Tanya:
Apakah arti hukum?
Jawab:
Arti hukum yaitu menetapkan suatu pekerjaan dan meniadakan sesuatu pekerjaan.
Apakah arti hukum?
Jawab:
Arti hukum yaitu menetapkan suatu pekerjaan dan meniadakan sesuatu pekerjaan.
Tanya:
Terbagi Berapakah hukum itu?
Jawab:
Hukum itu terbagi menjadi tiga bagian;
1. Hukum syara'.
2. Hukum adat, dan
3. Hukum akal.
Terbagi Berapakah hukum itu?
Jawab:
Hukum itu terbagi menjadi tiga bagian;
1. Hukum syara'.
2. Hukum adat, dan
3. Hukum akal.
A. Hukum Syara'
Tanya:
Apakah arti hukum syara'?
Jawab:
Hukum syara' artinya perintah Allah Ta’ala.
Misalnya shalat lima waktu, puasa ramadhan, menuntut ilmu agama dan lain-lainnya.
Tanya:
Apakah arti hukum syara'?
Jawab:
Hukum syara' artinya perintah Allah Ta’ala.
Misalnya shalat lima waktu, puasa ramadhan, menuntut ilmu agama dan lain-lainnya.
Tanya:
Apakah arti haram?
Jawab:
Arti haram menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat siksa, dan apabila ditinggalkan (dapat menahan hawa nafsu) mendapat pahala.
Misalnya mencuri, berzina, berjudi, berdusta, menipu orang, mengumpat dan lain-lainnya.
Apakah arti haram?
Jawab:
Arti haram menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat siksa, dan apabila ditinggalkan (dapat menahan hawa nafsu) mendapat pahala.
Misalnya mencuri, berzina, berjudi, berdusta, menipu orang, mengumpat dan lain-lainnya.
Tanya:
Apakah arti sunnat?
Jawab:
Arti sunnat menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa.
Misalnya membaca Al-Qur'an, bershalawat, shalat tarawih dan lain-lainnya.
Apakah arti sunnat?
Jawab:
Arti sunnat menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa.
Misalnya membaca Al-Qur'an, bershalawat, shalat tarawih dan lain-lainnya.
Tanya:
Apakah arti makruh?
Jawab:
Arti makruh menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan mendapat pahala.
Misalnya merokok, makan jengkol, makan petai dan sebagainya.
Apakah arti makruh?
Jawab:
Arti makruh menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan mendapat pahala.
Misalnya merokok, makan jengkol, makan petai dan sebagainya.
Tanya:
Apakah arti mubah?
Jawab:
Arti mubah menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan tidak berpahala. Terkadang yang mubah itu menjadi sunnat.
Umpamanya makan diniatkan agar kuat beribadah kepada Allah.
Apakah arti mubah?
Jawab:
Arti mubah menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan tidak berpahala. Terkadang yang mubah itu menjadi sunnat.
Umpamanya makan diniatkan agar kuat beribadah kepada Allah.
Tanya:
Apakah arti sah?
Jawab:
Arti sah menurut syara', ialah cukup pada rukun dan syaratnya.
Apakah arti sah?
Jawab:
Arti sah menurut syara', ialah cukup pada rukun dan syaratnya.
Tanya:
Apakah arti batal?
Jawab:
Arti batal menurut syara', ialah apabila kurang salah satu rukun dan syaratnya.
Apakah arti batal?
Jawab:
Arti batal menurut syara', ialah apabila kurang salah satu rukun dan syaratnya.
B. Hukum Adat
Tanya:
Apakah arti hukum adat?
Jawab:
Hukum adat artinya menetapkan sesuatu yang telah dikenal oleh orang banyak dan telah menjadi kebiasaan mereka, baik berupa perkataan, perbuatan, atau kebiasaan yang mereka tinggalkan.
Tanya:
Apakah arti hukum adat?
Jawab:
Hukum adat artinya menetapkan sesuatu yang telah dikenal oleh orang banyak dan telah menjadi kebiasaan mereka, baik berupa perkataan, perbuatan, atau kebiasaan yang mereka tinggalkan.
Tanya:
Terbagi berapa bagiankah hukum adat itu?
Jawab:
Adapun hukum adat itu terbagi atas dua bagian:
Terbagi berapa bagiankah hukum adat itu?
Jawab:
Adapun hukum adat itu terbagi atas dua bagian:
1. Hukum adat yang shahih,
Ialah sesuatu yang saling dikenal oleh manusia, dan tidak bertentangan dengan dalil syara', tidak menghalalkan sesuatu yang Diharamkan, dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib.
Misalnya kebiasaan memberikan perhiasan dan pakaian oleh peminang kepada wanita yang dipinangnya adalah hadiah, bukan bagian dari maskawin.
Ialah sesuatu yang saling dikenal oleh manusia, dan tidak bertentangan dengan dalil syara', tidak menghalalkan sesuatu yang Diharamkan, dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib.
Misalnya kebiasaan memberikan perhiasan dan pakaian oleh peminang kepada wanita yang dipinangnya adalah hadiah, bukan bagian dari maskawin.
2. Hukum adat yang fasid,
Ialah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan manusia, akan tetapi kebiasaan itu bertentangan dengan syara', atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan, atau membatalkan sesuatu yang wajib.
Misalnya pada adat kebiasaan manusia terhadap kemungkaran (mabuk-mabukan, judi dan lain-lain) dalam berbagai acara seperti dalam pernikahan, sedekah bumi, sedekah laut dan lain sebagainya.
Ialah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan manusia, akan tetapi kebiasaan itu bertentangan dengan syara', atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan, atau membatalkan sesuatu yang wajib.
Misalnya pada adat kebiasaan manusia terhadap kemungkaran (mabuk-mabukan, judi dan lain-lain) dalam berbagai acara seperti dalam pernikahan, sedekah bumi, sedekah laut dan lain sebagainya.
C. Hukum Akal
Tanya:
Apakah hukum akal itu?
Jawab:
Hukum akal yaitu menetapkan sesuatu atau meniadakannya menurut akal sehat. Sedangkan akal yang sempurna (sehat), yaitu nur (cahaya) yang dimasukkan ke dalam hati orang mukmin. Dengan cahaya itu dapatlah mengetahui suatu ilmu yang tidak membutuhkan dalil ilmu nadhari (ilmu yang dapat diterangkan).
Tanya:
Apakah hukum akal itu?
Jawab:
Hukum akal yaitu menetapkan sesuatu atau meniadakannya menurut akal sehat. Sedangkan akal yang sempurna (sehat), yaitu nur (cahaya) yang dimasukkan ke dalam hati orang mukmin. Dengan cahaya itu dapatlah mengetahui suatu ilmu yang tidak membutuhkan dalil ilmu nadhari (ilmu yang dapat diterangkan).
Tanya:
Terbagi berapakah hukum akal itu?
Jawab:
Adapun hukum akal itu terbagi atas tiga bagian.
Wajib, Mustahil, Jaiz.
Terbagi berapakah hukum akal itu?
Jawab:
Adapun hukum akal itu terbagi atas tiga bagian.
Wajib, Mustahil, Jaiz.
Tanya:
Apakah arti wajib menurut akal?
Jawab:
Arti wajib menurut akal, yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima akal atas ketiadaannya. Misalnya ada rumah, tentu ada tukang yang membuat rumah.
Apakah arti wajib menurut akal?
Jawab:
Arti wajib menurut akal, yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima akal atas ketiadaannya. Misalnya ada rumah, tentu ada tukang yang membuat rumah.
Tanya:
Apakah arti mustahil menurut akal?
Jawab:
Arti mustahil menurut akal, yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal keberadaannya.
Misalnya manusia ada dengan sendirinya (mustahil bagi akal).
Apakah arti mustahil menurut akal?
Jawab:
Arti mustahil menurut akal, yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal keberadaannya.
Misalnya manusia ada dengan sendirinya (mustahil bagi akal).
Tanya:
Apakah arti jaiz menurut akal?
Jawab:
Arti jaiz menurut akal, yaitu sesuatu yang dapat diterima oleh akal, adanya dan tidak adanya.
Misalnya: Allah Ta’ala menciptakan alam semesta ini, atau tidak menciptakannya.
Apakah arti jaiz menurut akal?
Jawab:
Arti jaiz menurut akal, yaitu sesuatu yang dapat diterima oleh akal, adanya dan tidak adanya.
Misalnya: Allah Ta’ala menciptakan alam semesta ini, atau tidak menciptakannya.
Keterangan
Dari uraian di atas, kita ketahui arti wajib syara' dan wajib akal, bahwa keduanya memiliki arti yang berbeda.
1. Apabila dikatakan wajib atas setiap mukallaf (akil baligh), maka yang dimaksud adalah wajib syara'
2. Dan apabila dikatakan wajib bagi Allah Ta'ala, maka yang dimaksud adalah wajib akal.
3. Demikian pula apabila dikatakan jaiz bagi mukallaf, maka yang dimaksud adalah jaiz syar'i.
4. Dan apabila dikatakan jaiz bagi Allah Ta'ala, maka yang dimaksud jaiz aqli (harus menurut akal).
Dari uraian di atas, kita ketahui arti wajib syara' dan wajib akal, bahwa keduanya memiliki arti yang berbeda.
1. Apabila dikatakan wajib atas setiap mukallaf (akil baligh), maka yang dimaksud adalah wajib syara'
2. Dan apabila dikatakan wajib bagi Allah Ta'ala, maka yang dimaksud adalah wajib akal.
3. Demikian pula apabila dikatakan jaiz bagi mukallaf, maka yang dimaksud adalah jaiz syar'i.
4. Dan apabila dikatakan jaiz bagi Allah Ta'ala, maka yang dimaksud jaiz aqli (harus menurut akal).
Wallahu a’lam bis-shawab
0 comments:
Terima Kasih
Telah bersedia meluangkan waktu untuk mengunjungi samudramakrifat.blogspot.com
Atau jika anda ingin mendapatkan artikel terbaru dari samudramakrifat.blogspot.com silahkan masukkan E-mail anda kedalam kolom "IKUTI LEWAT EMAIL"
Dan sebelum Anda meninggalkan halaman ini, silahkan masukkan "KOMENTAR" Anda