Menu
Propellerads

Monday, December 4, 2017

POKOK IMAN
Unknown

POKOK IMAN



A. Pokok Iman
Tanya:
Berapakah  pokok iman itu?
Jawab:
Pokok iman itu ada tiga, yaitu:
1. Iman Ilahiyyat Artinya iman yang berkaitan (ta'alluk) dengan Tuhan (Allah SWT)
2. Iman Nabawiyyat Artinya iman yang berkaitan (ta'alluk) dengan semua nabi.
3. Iman Sam'iyyat Artinya iman yang berkaitan (ta'alluk) dengan mendengar firman Allah dan sabda Rasulullah saw.

B. Nama Iman
Tanya:
Ada Berapakah nama iman?
Jawab:
Nama iman itu ada dua.
1. Yaitu, Amantu billahi wa bimaa qaalallah.
Artinya: Saya beriman kepada Allah Ta'ala, dan apa yang difirmankanNya.
2. Yaitu, Amantu bir-rasuuli wa bima qaalar-rasuul.
Artinya: Saya beriman kepada Rasulullah saw. dan apa yang disabdakannya.

C. Rukun Iman
Tanya:
Ada Berapakah rukun iman itu?
Jawab:
Rukun iman itu ada enam, yaitu:
1. Aamantu billahi.
Artinya: Saya beriman kepada Allah Ta’ala.
2. Wa malaa'ikatihi.
Artinya: Saya beriman kepada malaikat-malaikatNya.
3. Wa kutubihi.
Artinya: Dan saya beriman kepada kitab-kitabNya.
4. Wa rusulihi.
Artinya: Dan saya beriman kepada utusan-utusanNya.
5. Wal yaumil 'aakhiri.
Artinya: Dan saya beriman kepada hari kemudian  (kiamat).
6. Wal qadri khairihi wa syarrihi minallaahi Ta' aalaa.
Artinya: Dan saya beriman kepada ketentuan Allah Ta’ala yang baik dan yang buruk. 

1. Iman Kepada Allah
Tanya:
Bagaimanakah keimananmu kepada Allah?
Jawab:
Kami beriman kepada Allah Ta’ala. Dan Allah itu wajib adanya lagi Maha Esa.
Tanda wajib adanya Allah, yaitu adanya alam semesta ini. Allah yang menciptakan tujuh lapis langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya. Allah bersifat sempurna, tidak ada yang menyerupaiNya. Maha suci Allah, Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui gerak-gerik hati semua makhlukNya, yakni mengetahui segala perbuatan makhlukNya yang lahir maupun yang batin lagi Maha Kuasa, dan hidup kekal selama-lamanya.

2. Iman Kepada Malaikat Allah
Tanya:
Bagaimana keimananmu kepada malaikat Allah?
Jawab:
Kami beriman kepada semua malaikat Allah. Malaikat adalah pesuruh Allah yang senantiasa taat dalam menjalankan segala perintah Allah Ta'ala yang telah diwajibkan kepadanya. Malaikat itu tidak berayah,  tidak beribu dan tidak pula berjenis kelamin. Mereka diciptakan Allah dari bahan yang halus (jismil-latiif), tidak mempunyai hawa nafsu,  hanya mempunyai akal.

Oleh sebab itu, mereka tidak pernah durhaka kepada Allah, sejak diciptakannya sampai hari kiamat. Mereka memenuhi langit dan bumi. Mereka tidak membutuhkan tempat seperti makhluk-makhluk lainnya, sebab badannya seperti cahaya. Malaikat itu jumlahnya banyak tak terhingga, hanya Allah yang mengetahuinya. Adapun yang wajib diketahui ada sepuluh malaikat, yaitu Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Raqib, Atid, Munkar, Nakir, Malik, dan Ridwan.

Tanya:
Apakah tugas mereka itu?
Jawab:
1. Malaikat Jibril, bertugas menyampaikan wahyu kepada nabi dan rasul,
2. Malaikat Mikail, bertugas menyampaikan rezeki kepada makhluk hidup, termasuk juga mengatur hujan dan angin.
3. Malaikat Israfil, bertugas membunyikan terompet yang amat besar (nafakh) dibunyikan dua kali jika telah sampai waktunya; tiupan pertama mematikan seluruh makhluk, dan tiupan yang kedua menghidupkan segala yang telah mati.
4. Malaikat Izrail, bertugas mencabut roh (nyawa). karena tugasnya mencabut nyawa, maka malaikat Izrail disebut juga Malaikat Maut.
5. Malaikat Raqib, bertugas mencatat perbuatan baik dari jin dan manusia.
6. Malaikat Atid, bertugas mencatat perbuatan buruk dari jin dan manusia.
7. Malaikat Munkar.
8. Malaikat Nakir, keduanya bertugas sebagai penanya perbuatan baik dan jahat manusia di dalam kubur.
9. Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka.
10. Malaikat Ridhwan, bertugas menjaga surga.

3. Iman Kepada Kitab-kitab Allah
Tanya:
Bagaimanakah keimananmu terhadap kitab Allah?
Jawab:
Kami beriman kepada semua kitab Allah. Adapun kitab yang diturunkan Allah kepada rasulNya itu banyak, tetapi hanya Allah yang mengetahui. Sedangkan yang wajib diketahui hanya 4 buah kitab, dan 100 suhuf.
Kitab artinya berjilid, sedangkan suhuf artinya lembaran.

Adapun kitab yang empat itu ialah:
1. Taurat:
Dalam bahasa Ibrani, diturunkan Allah kepada Nabi Musa as.
2. Injil:
Dalam bahasa suryani, diturunkan Allah kepada Nabi Isa as.
3. Zabur:
Dalam bahasa Qibthi, diturunkan Allah kepada Nabi Daud as.
4. Furqan:
(Al-Qur'an) dalam bahasa Arab, diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw.

Adapun yang seratus suhuf, diturunkan Allah kepada tiga orang Nabi yaitu:
60 suhuf kepada Nabi Syits as.
30 suhuf kepada Nabi Ibrahim as.
10 suhuf kepada Nabi Musa as.

Kandungan isi semua kitab dan suhuf itu sama, yaitu mendidik dan menuntun manusia ke jalan kebahagiaan dan supaya taat kepada Allah, yaitu menjalankan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

4. Iman kepada Rasul Allah
Tanya:
Bagaimanakah keimananmu kepada rasul-rasul Allah?
Jawab:
Kami beriman kepada rasul-rasul Allah. Rasul ialah pesuruh Allah untuk memimpin dunia serta membimbing manusia agar mengetahui bahwa keberadaannya di dunia ini diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu diwajibkan kepada para rasul dan para nabi menyampaikan kepada semua manusia untuk taat beribadah kepadaNya, serta agar keluar dari kesesatan penyembahan Tuhan yang bukan sebenarnya Tuhan. Umpamanya mempertuhankan matahari, bulan, bintang, manusia, berhala dan sebagainya.

Jumlah rasul ada 313 orang dan jumlah nabi sangat banyak hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya Sedangkan yang wajib diketahui ada dua puluh lima yaitu:
1.Adam 2.Idris 3.Nuh 4.Hud 5.Luth 6.Saleh 7.Ibrahim 8.Isma'il 9.Ishak 10.Ya'qub 11.Yusuf 12.Ayyub 13.Syu'aib 14.Musa 15.Harun 16.Ilyasa 17.Dzulkifli 18.Daud 19.Sulaiman 20.Ilyas 21.Yunus 22.Zakaria 23.Yahya 24.Isa 25.Muhammad saw.

Umat islam tidak boleh membeda-bedakan  antara para rasul dan para nabi, karena mereka itu mempunyai empat sifat wajib yaitu:
1. Shidiq artinya benar (lurus).
2. Amanah artinya dapat dipercaya.
3. Tabligh artinya menyampaikan.
4. Fathanah artinya bijaksana (pandai).

Dan manusia wajib yakin, bahwasanya para rasul dan para nabi itu adalah manusia, berkelakuan seperti manusia juga yaitu makan, minum, tidur, bisa sakit, mati dan sebagainya. Oleh karena itu janganlah sekali-kali diangkat (diakui) sebagai anak Tuhan atau bersifat ketuhanan.

5. Iman Kepada Hari Kemudian (Kiamat)
Tanya:
Bagaimanakah keimananmu terhadap hari kemudian?
Jawab:
Kami beriman kepada hari kemudian, yakni hari kiamat atau hari pembalasan, yang pasti akan datang, tidak seorang pun yang mengetahui, hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya. Pada hari kiamat itu, Allah Ta’ala menanyai semua makhlukNya terhadap apa yang telah dilakukan selama hidup di dunia.

Jika perbuatannya baik dan taat kepada Allah Ta'ala, yakni mengerjakan segala perintah Allah Ta’ala dan menjauhi laranganNya, niscaya Allah membalas dengan kebaikan, dan ditempatkan di surga yang amat mulia. Tetapi sebaliknya, jika perbuatannya jahat dan durhaka kepada Allah, yakni tidak menurut perintah Allah Ta’ala, tidak mau belajar agama islam dan sebagainya, niscaya dibalas Allah dengan kejahatan juga, yaitu disiksa dengan siksaan yang amat pedih dan dimasukkan ke dalam neraka jahannam.

Inilah bukti firman Allah di dalam kitab suci Al-Qur'an surat Al-Zalzalah, ayat 7-8
Faman ya'mal mitsqaala dzarratin khairan yarah. wa man ya'mal mitsqaala dzarratin syarran yarah.
Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.

6. Iman Kepada Qadar
(Ketentuan Allah yang baik dan buruk)
Tanya:
Bagaimanakah keimananmu terhadap Qadar, atau ketentuan baik dan buruk yang datang dari Allah Ta’ala?
Jawab:
Kami beriman kepada qadar, yakni takdir Allah. Bahwasanya apa saja yang terjadi atas diri seseorang itu semuanya dari Allah Ta’ala. yakni telah ditakdirkan Allah yang menyusun dan menentukan segala yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Bagi manusia ada usaha dan ikhtiar. Usaha dan ikhtiar manusia itu tidak dapat tercapai, jika tidak sesuai dengan kehendak Allah yang memiliki alam semesta ini.

Semua pikiran dan usaha-usaha manusia yang telah tercapai bukanlah karena kepandaiannya, namun semua itu telah ditentukan Allah yang Maha Adil dan Maha Kuasa. Bahkan pikiran dan akal yang ada padanya itu, semuanya karunia dan anugerah dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, setiap manusia yang benar-benar beriman kepada qadar Allah, tentu tidak akan menyesal dengan sesuatu yang menimpa atas dirinya. Begitu pula tidak akan takabur (sombong)  ketika memperoleh kesenangan (kekayaan) di dunia ini.

Rukun iman yang keenam ini mendidik dan membina manusia agar sabar terhadap bencana yang menimpa dirinya, dan supaya senantiasa bersyukur atas nikmat-nikmat yang di anugerahkan Allah kepadanya.

Wallahu a’lam bis-shawab 
Continue reading →
APA SAJA YANG PERLU DIPERHATIKAN DI SAAT WALIMAH (HUKUM RESEPSI PERNIKAHAN)
Unknown

APA SAJA YANG PERLU DIPERHATIKAN DI SAAT WALIMAH (HUKUM RESEPSI PERNIKAHAN)


https://cdn.brilio.net/news/2016/07/10/70134/750xauto-12-foto-sepasang-burung-ini-romantis-banget-jomblo-dilarang-iri--1607102.jpg


Walimah (Hukum Resepsi Pernikahan)
Menikah adalah dambaan bagi setiap insan yang masih melajang, dan para ulama-ulama terdahulu telah menyusun, dan menghimpun, tentang tatacara walimah, 

Ibnu yamun menyebutkan perkara-perkara yang di butuhkan untuk mengadakan pesta pernikahan, beliau mengatakan :

وليولمن صاح ولو بشاة # كما اتى نقلا عن الرواة

seharusnya orang yang menadakan pernikahan, meskipun hanya dengan satu kambing, seperti penjelasan yang di kutip dari para perawi.

(Beliau ) syech Ibnu yamun menyatakan bahwa walimah itu juga di perlukan dalam pernikahan, 
ada dua pendapat mengenai walimah, apa sunah ataukah wajib ?
Sunah, Mengadakan pesta pernikahan di hukumi sunah oleh sebagian para ulama setelah melewati malam pertama kesunahan walimah sudah terpenuhi meskipun jamuan alakadarnya dan tidak berlebihan.
Sdikitnya menyembelih satu kambing. 
karena ada hadits shahih dari anas :

ماأوْلَمْ النّبيُ صَلّى اللهُ عليه وَسَلّم عَلى شَيْءٍ مِنْ نِسَاىِٔه مَاأوْلَمْ عَلٰى زَيْنَبْ أَوْلَمْ بِشَاةٍ

Artinya : 
Nabi tidak mengadakan walimah dengan menggunakan sesuatu dari semua istrinya melebihi ketika mengadakan walimah ketika menikah dengan Zainab yaitu beliau mengadakan walimah dengan seekor kambing.

Dalam hadis dari Anas Ra, ia berkata:

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَوْفٍ اَثَرَ صُفْرَةٍ فَقَالَ: مَا هذَا؟ قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ اِنّى تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ. قَالَ: فَبَارَكَ اللهُ لَكَ. اَوْلِمْ وَ لَوْ بِشَاةٍ. مسلم

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi SAW melihat ada bekas kuning-kuning pada 'Abdur Rahman bin 'Auf. 
Maka beliau bertanya, "Apa ini ?". 
Ia menjawab, "Ya Rasulullah, saya baru saja menikahi wanita dengan mahar seberat biji dari emas". 
Maka beliau bersabda, "Semoga Allah memberkahimu. 
Selenggarakan walimah meskipun (hanya) dengan (menyembelih) seekor kambing".

[HR. Muslim] apabila kamu tidak mampu, maka adakanlah walimah dengan dua mud gandum. Dan dengan dua mud gandum inilah jumlah minimal yang digunakan untuk walimah oleh Nabi saw ketika menikahi istri istri beliau.

Dalam shahih Imam Bukhari dari Shafiyah binti Syaibat, ia berkata:

عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ اَنَّهَا قَالَتْ: اَوْلَمَ النَّبِيُّ ص عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعِيْرٍ. البخارى

Dari Shafiyah binti Syaibah, bahwa ia berkata, "Nabi SAW mengadakan walimah atas (pernikahannya) dengan sebagian istrinya dengan dua mud gandum". [HR. Bukhari].

عَنْ اَنَسٍ فِى قِصَّةِ صَفِيَّةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص جَعَلَ وَلِيْمَتَهَا التَّمْرَ وَ اْلاَقِطَ وَ السَّمْنَ. احمد و مسلم

Dari Anas tentang kisah Shafiyah bahwa sesungguhnya Nabi SAW mengadakan walimah (pernikahannya) dengan kurma, keju dan samin. [HR. Ahmad dan Muslim].

"Bubur samin, kurma dan susu kental dan itu namanya haes, hanya saja haes tidak kental".

و فى رواية اَنَّ النَّبِيَّ ص اَقَامَ بَيْنَ خَيْبَرَ وَ اْلمَدِيْنَةَ ثَلاَثَ لَيَالٍ يَبْنِى بِصَفِيَّةَ فَدَعَوْتُ اْلمُسْلِمِيْنَ اِلَى وَلِيْمَتِهِ مَا كَانَ فِيْهَا مِنْ خُبْزٍ وَ لاَ لَحْمٍ وَ مَا كَانَ فِيْهَا اِلاَّ اَنْ اَمَرَ بِاْلاَنْطَاعِ فَبُسِطَتْ فَاَلْقَى عَلَيْهَا التَّمْرَ وَ اْلاَقِطَ وَ السَّمْنَ. فَقَالَ اْلمُسْلِمُوْنَ: اِحْدَى اُمَّهَاتِ اْلمُؤْمِنِيْنَ اَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِيْنُهُ؟ فَقَالُوْا: اِنْ حَجَبَهَا فَهِيَ اِحْدَى اُمَّهَاتِ اْلمُؤْمِنِيْنَ. وَ اِنْ لَمْ يَحْجُبْهَا فَهِيَ مِمَّا مَلَكَتْ يَمِيْنُهُ فَلَمَّا ارْتَحَلَ وَطَّأَ خَلْفَهُ وَ مَدَّ اْلحِجَابَ. احمد و البخارى و مسلم

Dan dalam riwayat lain (dikatakan) : 
Bahwasanya Nabi SAW pernah singgah diantara Khaibar dan Madinah selama tiga malam dimana beliau mengadakan pesta pernikahan dengan Shafiyah, kemudian aku mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimahnya, yang dalam walimah itu hanya ada roti tanpa daging dan di situ beliau hanya menyuruh dihamparkannya tikar-tikar, lalu diletakkan di atasnya kurma, keju dan samin. Lalu kaum muslimin pada bertanya, "(Ini upacaranya) salah seorang ummul mukminin ataukah hamba perempuan yang dimilikinya ?". Lalu mereka menjawab, "Jika Nabi SAW mentabirinya maka ia adalah seorang umul mukminin dan jika tidak mentabirinya maka ia adalah hamba yang beliau miliki". Kemudian tatkala Nabi SAW mendengar, beliau melangkah ke belakang dan menarik tabir. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]

Dan dari sebagian sesuatu yang di anjurkan di dalam walimah adalah, hendaklah Shohibul walimah bertujuan mengikuti sunah Nabi dengan walimah tersebut, serta menghibur teman teman. Dan juga hendaklah ia memberi makanan tersebut kepada orang yang baik baik (sholeh) saja, jangan kepada orang yang tidak baik (fasiq).

وَاخْصُصْ بِدَعْوَتِكَ الأبْرَارَ وَادْعُهُمْ # وَدَعْ ذَوِي الفِسْقِ تَحْوِى الرُّشْدَ في العَمَلِ

"Khususkanlah undanganmu kepada orang orang yang baik (shaleh), dan undanglah mereka # dan tinggalkanlah orang orang fasiq, maka kamu akan mendapat petunjuk di dalam beramal"
Dan dari Imron bin Hasini ia berkata:

عن عمران بن حصين: أَنَّ النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن الإِجَابَةِ لِطَعَامِ الفَاسِقِيْنَ رواه البيهقي في الشعب

Artinya :
"Rasululloh Saw. Melarang mendatangi undangan untuk makan bersama orang orang fasiq".

Dalam undangan walimah hendaklah hendaklah tidak mengabaikan para kerabat dan sahabat karib.

Sebab, mengkhususkan undangan hanya untuk sebagian kerabat atau sahabat, akan menimbulkan rasa kurang enak dan kecurigaan..

Menurut pendapat yang masyhur, mendatangi undangan walimah hukumnya wajib, meskipun dalam keadaan puasa.

Sedang menurut pendapat yang lain mengatakan hukumnya sunah, karena ada sabda Nabi Saw, yang di riwayatkan oleh Ibnu Umar Ra sebagai berikut:
"Apabila salah seorang di antara kalian diundang untuk menghadiri walimah, maka hendaklah mendatanginya. Apabila tidak sedang puasa, makanlah dan jika sedang puasa, maka tinggalkanlah makanan itu. Dan barang siapa masuk ke tempat walimah tanpa diundang, maka dia masuk seperti halnya pencuri dan keluar dengan membawa kekacauan".

Dan bersabda Rasulullah Saw:
"Sejelek jelek makanan suguhan adalah makanan yang disuguhkan pada waktu walimah, di mana undangan hanya di khususkan untuk orang orang kaya saja dan tidak mengundang orang orang fakir. Dan barang siapa tidak menghadiri undangan walimah, maka ia berdosa kepada Alloh dan Rasulnya".

Akan tetapi wajibnya mendatangi undangan bila syarat syaratnya telah terpenuhi, diantaranya adalah:
Bila tidak ada orang yang menyakitinya di tempat walimah tsb,
Dan tidak ada kemungkaran dan maksiat seperti sohibul hajat menggunakan permadani yg terbuat dari sutra,( atau segala bentuk hiburan yg bertentangan dengan syariat islam, seperti yang banyak terjadi di jaman sekarang, bercampurnya laki laki dan perempuan yang bukan mahram ) atau ada lukisan (makhluk hidup) di dinding, Tidak berdesak desakan dan ia terkunci di dalam rumahnya sehingga tidak bisa keluar, dan yang lain-lainnya.

Dan telah menazhamkan akan syarat syarat tersebut Syaikh Abu Abdillah Sayidi Muhammad At Tawudi Ibni Saudah Rohimahullah:

° "Bagi muslim yang di undang (wajib menghadiri undangan jika) jalan tidak berlumpur
tau tidak ada yang menghalang halangi atau khalayak ramai tidak memperhatikan orang yang sedang makan".

°"Atau walimah diadakan dengan maksud kemegahan

°Atau para undangan makan bawang putih dan bawang merah /bau mulut".

°"Atau hadirnya wanita yang bukan mahram

°"Atau anak muda belia, yang dikhawatirkan bisa menjerumuskan ke dalam perbuatan dosa".
"Jika mendapat dua undangan, dahulukanlah yang pertama  jika bersamaan,
dahulukanlah yang lebih dekat rumahnya".

Dan di antara etika mendatangi undangan walimah adalah tidak bermaksud mencari kesenangan nafsu perut belaka,

tapi harus mempunyai niat mengikuti perintah syariat agama, menghormati sahabatnya, menziarahi, menjaga diri dari buruk sangka sahabatnya yang akan timbul jika ia menolak undangan.

Kemudian Ibnu Yamun menjelaskan hal hal yang harus dijauhi di dalam walimah dengan ucapannya:

°"Hindarilah kebiasaan di dalam walimah

"Dan minuman khamer dan memamerkan darah perawan,  itu bagian dari kemungkaran, maka jagalah dirimu dari semua yang aku isyarahkan ini".

Ibnu Yamun menjelaskan, bahwasanya wajib menjauhi kebiasaan yang sudah umum dalam suatu walimah, yakni kemungkaran dan perbuatan dosa yang di haramkan syara. Seperti, :

*Mewarnai tangan pengantin laki laki dengan pacar, baik itu di depan para wanita seperti kebiasaan suatu kaum atau tidak. Dan kebiasaan jelek wanita merdeka.

*Dan adanya minuman minuman keras.

*Dan menaikan pengantin wanita di atas usungan laki laki.

*Dan hal hal yang biasa berlaku di kalangan orang orang dahulu lainnya seperti memasuki kamar pengantin wanita untuk melihat darah perawan kemudian mereka bermain main atasnya, serta berbagai bentuk kemungkaran dan kemaksiatan yang di gelar di tempat walimah yang tidak bisa di hitung jumlah dan jenisnya karena perbedaan negri, kampung dan adat istiadat

Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi orang yg mengadakan walimah untuk tidak berusaha mengadakan hal hal seperti di atas, kecuali dia memang berani menghadapi murka Allah Swt.

Syaikh Abu Qosim Al Asfahani telah mengeluarkan sebuah hadis marfu' dalam kitabnya yang berjudul At_Tharghib Wat Tarhib dari Anas Ra:
"Tidak henti hentinya kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH memberi manfaat kepada orang yang membacanya dan menolak azab dan siksaan, selagi tidak menghinakan haknya kalimat tersebut.
Para Sahabat bertanya: "ya Rasulallah, apakah ya di maksud dengan menghinakan haknya?" Nabi menjawab, "Sudah jelas segala perbuatan manusia itu penuh maksiat kepada Allah Swt., namun mereka tidak mengingkari dan enggan untuk merubahnya.

Dalam hadis marfu' dari Abdullah Bin Umar Ra, dikatakan:
"Perintahkanlah untuk berbuat baik dan cegahlah perbuatan mungkar, sebelum doamu tidak di kabulkan dan permohonan ampunmu tidak diterima Allah Swt.
Sesungguhnya menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran tidak bisa menolak rezeki dan tidak bisa mendekatkan ajal.
Sesungguhnya tokoh tokoh yahudi dan pendeta nasrani ketika mereka meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar, Allah Swt melaknat mereka melalui lisan para Nabinya, kemudian bencana pun merata melanda mereka."

Imam Al Muhasibi berkata:
"Bagi shohibul walimah tidak boleh diam saja terhadap kemungkaran kemungkaran dalam walimah. Dengan jalan apapun dia harus menghentikannya. Oleh karena hal itu terjadi di rumahnya, maka dialah yang berhak berbuat sesuatu."

Dan ucapan Ibnu Yamun lafaz AL WALAA IMU itu jamaknya lafaz WALIIMATUN.
Dan WALIMATUN itu adalah nama bagi setiap makanan yang di ambil / disuguhkan kepada orang orang yang berkumpul.

Dan berkata Ibnu Faris:
"Walimah itu adalah makanan pengantin". Sebagai mana yang ia katakan di dalam kitab Al Misbah.

Dan pendapat Ibnu Faris inilah pendapat yang paling masyhur. Dan adapun makanan selain walimah, ada juga makanan yang di berikan nama khusus sesuai kebutuhannya, sebagai mana berkata sebagian Ulama:
"Nama nama makanan yg sudah terkenal itu adalah:
WALIMAH, MA'DUBAH, WAKIRAH"
  "KHARSUN, A'DZAR, dan katakanlah AQIQAH, ATIRAH, NAQI'AH, TAQIAH"

"Walimah hanya untuk acara pernikahan, wahai orang yg berbudi

Sedang Ma'dubah hanya untuk menjamu teman"

"Wakirah adalah makanan sebab membangun rumah baru

Dan Kharsun adalah makanan dari hewan yang di sembelih karena lahir anak"

"Dan A'dzar adalah makanan karena sebab di khitan
Maka fahamilah, semoga Allah Swt menunjukkan kejelasan"

"Aqiqah adalah makanan di hari ketujuh bagi anak yg di lahirkan

Atirah adalah sedekah untuk mayat, maka ambillah apa yg kami rumuskan ini"

"Naqi'ah adalah makanan sebab kedatangan seseorang dari berpergian,  maka peliharalah keterangan ulama ini, maka kamu akan mendapat (kebahagiaan laksana) intan".

Dan kesimpulan hukum dalam masalah makanan suguhan adalah, bahwa mendatangi suguhan di dalam walimah adalah wajib, jika beberapa syarat telah sempurna.

Sedangkan makanan suguhan dalam resepsi yg ada karena adat istiadat, seperti suguhan dalam resepsi kelahiran atau khitanan, maka hukumnya tidak wajib dan tidak makruh.

Dan suguhan suguhan yg tidak ada sebab / tidak dalam rangka apa apa, maka bagi orang yg memiliki sifat sifat keutamaan tidak di sunahkan mendatangi undangannya, bahkan makruh bila bergegas mendatangi undangannya, sebagai mana dikemukakan oleh Imam Al Baji dalam kitab Al Muntaqa.

Imam Ibnu Arabi mengatakan, bahwa Nabi Saw menghadiri setiap undangan kaum muslimin. Namun, ketika perbuatan dan niat mereka telah rusak, maka para Ulama tidak senang apabila orang orang yg memiliki sifat sifat keutamaan, bergegas mendatangi undangan, kecuali jika telah terpenuhi syarat syaratnya.

Dan hal ini, karena tidak ada di dalam hadis, keterangan yang membolehkan mendatangi undangan yg hanya untuk bermegah megahan dan memaksakan diri.

Bahkan yang ada adalah pencegahan dari hal hal seperti itu.
Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis marfu',
bahwa dua orang yg saling membanggakan diri dalam resepsi tidak perlu di hadiri undangannya dan suguhannya tidak usah dimakan.

Dan yg dimaksud saling membanggakan diri ialah, saling menyombongkan diri soal makanan dengan niat yg tidak baik.

Dan perkataan Ibnu Yamun, bahwa yg termasuk makanan mungkar adalah setiap makanan yg tidak ada dasar hukumnya, baik dalam alqur'an maupun hadis.

Lafaz wal jaraa-imu merupakan bentuk jamak dari lafaz jariimatun yg berarti dosa atau perbuatan dosa.

Walaawilu artinya mendoakan kejelekan.
Dan ucapan penazham 'ul masaa-ila artinya adalah maka jagalah oleh kalian akan isyarat isyarat ini.
Adapun keberadaan dua kalimat itu adalah untuk menyempurnakan bait syair.
Lafaz 'uu adalah fiil amar yg disandarkan pada wawu jama' yg di ambil dari fiil madhi wa'aa dan mudharinya ya'ii dengan menggunakan arti hafidzha yang artinya menjaga atau memelihara


DUA FAEDAH

Pertama,
Syaikh Syarif Al Husain menyebutkan dalam kitab syarah yg ditulisnya,
yaitu syarah nazham Ibnu Imad,
bahwa ketika Nabi Adam As bertemu dengan Ibu Hawa As,

Dimana pada waktu itu Hawa melihat Nabi Adam, di suatu tempat yg agak jauh,
sehingga ia mengeraskan suaranya karena sangat bergembira bisa bertemu dengan Nabi Adam As, dan mengeluarkan suara yg tidak di mengerti,
yang menyerupai gelak tawa yg jelek.

Syaikh Syarif mengatakan, bahwa karena itulah sewaktu bergembira dan bersenang senang, biasanya wanita terus menerus tertawa tawa yg jelek.
Sedang pada saat mendapat kesusahan dia selalu berbuat kerusakan.

Kedua,
Hak pengantin putri atas kedua orang tuanya adalah:
Kedua orang tuanya hendaklah selalu memberi pelajaran tentang kebaikan mata pencaharian dan etika pergaulan dengan suami.

Misalnya kata kata sebagai berikut:
" Hendaklah engkau bersikap seperti tanah bagi suamimu dan suamimu menjadi seperti langit bagimu.
Hendaklah engkau menjadi seperti tikar bagi suamimu dan suamimu sebagai mana tiang.
Hendaklah engkau menjadi seperti budak perempuan, maka suamimu akan seperti halnya hamba bagimu.
Hendaklah engkau kepada suamimu selalu taat, maka suamimu pun akan selalu taat kepadamu". Dan nasehat nasehat yang baik lainnya.









Diterjemahkan dari kitab qurrotul uyun, mengenai sub, atau bab yang mengatur tentang walimah
Continue reading →

Thursday, November 23, 2017

Tiga Bagian Hukum
Unknown

Tiga Bagian Hukum



Tanya:
Apakah arti hukum?
Jawab:
Arti hukum yaitu menetapkan suatu pekerjaan dan meniadakan sesuatu pekerjaan.

Tanya:
Terbagi Berapakah  hukum itu?
Jawab:
Hukum itu terbagi menjadi tiga bagian;
1. Hukum syara'.
2. Hukum adat, dan
3. Hukum akal.

A. Hukum Syara'
Tanya:
Apakah arti hukum syara'?
Jawab:
Hukum syara' artinya perintah Allah Ta’ala.
Misalnya shalat lima waktu, puasa ramadhan, menuntut ilmu agama dan lain-lainnya.

Tanya:
Apakah arti haram?
Jawab:
Arti haram menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat siksa, dan apabila ditinggalkan (dapat menahan hawa nafsu) mendapat pahala.
Misalnya mencuri, berzina, berjudi, berdusta, menipu orang, mengumpat dan lain-lainnya.

Tanya:
Apakah arti sunnat?
Jawab:
Arti sunnat menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa.
Misalnya membaca Al-Qur'an, bershalawat, shalat tarawih dan lain-lainnya.

Tanya:
Apakah arti makruh?
Jawab:
Arti makruh menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan mendapat pahala.
Misalnya merokok, makan jengkol, makan petai dan sebagainya.

Tanya:
Apakah arti mubah?
Jawab:
Arti mubah menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan tidak berpahala. Terkadang yang mubah itu menjadi sunnat.
Umpamanya makan diniatkan agar kuat beribadah kepada Allah.

Tanya:
Apakah arti sah?
Jawab:
Arti sah menurut syara', ialah cukup pada rukun dan syaratnya.

Tanya:
Apakah arti batal?
Jawab:
Arti batal menurut syara', ialah apabila kurang salah satu rukun dan syaratnya.

B. Hukum Adat
Tanya:
Apakah arti hukum adat?
Jawab:
Hukum adat artinya menetapkan sesuatu yang telah dikenal oleh orang banyak dan telah menjadi kebiasaan mereka, baik berupa perkataan, perbuatan, atau kebiasaan yang mereka tinggalkan.

Tanya:
Terbagi berapa bagiankah hukum adat itu?
Jawab:
Adapun hukum adat itu terbagi atas dua bagian:

1. Hukum adat yang shahih,
Ialah  sesuatu yang saling dikenal oleh manusia, dan tidak bertentangan dengan dalil syara', tidak menghalalkan sesuatu yang Diharamkan, dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib.
Misalnya kebiasaan memberikan perhiasan dan pakaian oleh peminang kepada wanita yang dipinangnya adalah hadiah, bukan bagian dari maskawin.

2. Hukum adat yang fasid,
Ialah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan manusia, akan tetapi kebiasaan itu bertentangan dengan syara', atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan, atau membatalkan sesuatu yang wajib.
Misalnya pada adat kebiasaan manusia terhadap kemungkaran (mabuk-mabukan, judi dan lain-lain) dalam berbagai acara seperti dalam pernikahan, sedekah bumi, sedekah laut dan lain sebagainya.

C. Hukum Akal
Tanya:
Apakah hukum akal itu?
Jawab:
Hukum akal yaitu menetapkan sesuatu atau meniadakannya menurut akal sehat. Sedangkan akal yang sempurna (sehat), yaitu nur (cahaya) yang dimasukkan ke dalam hati orang mukmin. Dengan cahaya itu dapatlah mengetahui suatu ilmu yang tidak membutuhkan dalil ilmu nadhari (ilmu yang dapat diterangkan).

Tanya:
Terbagi berapakah hukum akal itu?
Jawab:
Adapun hukum akal itu terbagi atas tiga bagian.
Wajib, Mustahil, Jaiz.

Tanya:
Apakah arti wajib menurut akal?
Jawab:
Arti wajib menurut akal, yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima akal atas ketiadaannya. Misalnya ada rumah, tentu ada tukang yang membuat rumah.

Tanya:
Apakah arti mustahil menurut akal?
Jawab:
Arti mustahil menurut akal, yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal keberadaannya.
Misalnya manusia ada dengan sendirinya (mustahil bagi akal).

Tanya:
Apakah arti jaiz menurut akal?
Jawab:
Arti jaiz menurut akal, yaitu sesuatu yang dapat diterima oleh akal, adanya dan tidak adanya.
Misalnya: Allah Ta’ala menciptakan alam semesta ini, atau tidak menciptakannya.

Keterangan
Dari uraian di atas, kita ketahui arti wajib syara' dan wajib akal, bahwa keduanya memiliki arti yang berbeda.
1. Apabila dikatakan wajib atas setiap mukallaf (akil baligh), maka yang dimaksud adalah wajib syara'
2. Dan apabila dikatakan wajib bagi Allah Ta'ala, maka yang dimaksud adalah wajib akal.
3. Demikian pula apabila dikatakan jaiz bagi mukallaf, maka yang dimaksud adalah jaiz syar'i.
4. Dan apabila dikatakan jaiz bagi Allah Ta'ala, maka yang dimaksud jaiz aqli (harus menurut akal).


Wallahu a’lam bis-shawab 
Continue reading →

Friday, September 15, 2017

SETELAH MANDI JUNUB,   APAKAH PERLU BERWUDHU KEMBALI?
Unknown

SETELAH MANDI JUNUB, APAKAH PERLU BERWUDHU KEMBALI?



Fardhu Mandi atau mandi junub, wajib hukumnya bagi laki-laki maupun perempuan muslim yang telah dewasa atau telah memasuki masa baligh



(فصل ) فروض الغسل اثنان : النية ، وتعميم البدن بالماء .



Furuudhul Ghusli Itsnaani : Anniyyatu , Wata'miimul Badani Bil Maa'i .
Fardhu-fardhu mandi yaitu : Niat , dan meratakan badan dengan air .

Untuk melakukan mandi janabah, maka ada dua hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:

1. Niat dan menghilangkan najis dari badan bila ada.


Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. (HR Bukhari dan Muslim)


Niat ini dibaca di dalam hati pada saat mulai membasuh bagian manapun dari tubuh. Adapun lafal niat MANDI adalah:

NAWAITUL GHUSLA LIRAF'IL HADATSIL AKBARI FARDHAN LILLAAHITA'AALAA.

Artinya ("aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar fardhu karena Allah taala").

2. Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan

Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air. Sedangka pacar kuku (hinna`) dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato. 

Menghilangkan najis dari badan sesunguhnya merupakan syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya. Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.

Tata cara mandi janabah

Pertama kedua tangan dicuci, kemudian mandi pertama kepala, kemudian terus dari bagian sebelah kanan, kemudian kiri, terakhir cuci kaki.

Adapun urutan-urutan tata cara mandi junub, adalah sebagai berikut

1. Mencuci kedua tangan dengan tanah atau sabun lalu mencucinya sebelum dimasukan ke wajan tempat air

2. Menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri

3. Mencuci kemaluan dan dubur.

4. Najis-najis dibersihkan

5. Berwudhu sebagaimana untuk sholat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki

6. Memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah

7. Menyiram kepala dengan 3 kali siraman

8. Membersihkan seluruh anggota badan

9. Mencuci kaki, dalil :

Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudhu seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan seluruh tubhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)



Sunnah-sunnah yang di anjurkan dalam mandi junub:

1. Membaca basmalah

2. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air

3. Berwudhu` sebelum mandi Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudhu seperti wudhu` orang shalat (HR Bukhari dan Muslim)

4. Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.

5. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`.

6. Mandi Janabah Yang Hukumnya Sunnah


Selain untuk `mengangkat` hadats besar, maka mandi janabah ini juga bersifat sunnah -bukan kewajiban untuk dikerjakan (meski tidak berhadats besar), terutama pada keadaan berikut:

1. Shalat Jumat

2. Shalat hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

3. Shalat Gerhana Matahari (Kusuf) dan Gerhana Bulan (Khusuf)

4. Shalat Istisqa`

5. Sesudah memandikan mayat

6. Masuk Islam dari kekafiran

7. Sembuh dari gila

8. Ketika akan melakukan ihram.

9. Masuk ke kota Mekkah

10. Ketika Wukuf di Arafah

11. Ketika akan Thawaf, menurut Imam Syafi`i itu adalah salah satu sunnah dalam berthawaf

Bagi muslim yang keluar mani sengaja atau tidak, maka dia dalam keadaan junub, sehingga harus disucikan dengan mandi wajib. Jika tidak mandi, maka shalatnya tidak sah.



Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Ketika Mandi Junub :

a. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan oleh hadits dari Aisyah, ia berkata:

`Rasulullah SAW menyenangi untuk mendahulukan tangan kanannya dalam segala urusannya; memakai sandal, menyisir dan bersuci` (HR Bukhori/5854 dan Muslim/268)

b. Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, ia berkata:

Rasulullah SAW mandi kemudian sholat dua rakaat dan sholat shubuh, dan saya tidak melihat beliau berwudhu setelah mandi (HR Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) 



Mandi Haid

Agar ibadah kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam ini, kita harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:


تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ


“Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya-pent) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah” maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’: “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu).”

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:


تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ


“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim: 332)

An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628): “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).” Beliau berkata (1/627): “Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).

Syaikh Mushthafa Al-’Adawy berkata: “Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haidh baik dengan menguraikan jalinan rambut atau tidak.Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan menguraikan jalinan rambut maka dia (wanita tersebut) menguraikannya-bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib-tetapi agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya, Wallahu A’lam.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’ hal: 121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah).

Maka wajib bagi wanita apabila telah bersih dari haidh untuk mandi dengan membersihkan seluruh anggota badan; minimal dengan menyiramkan air ke seluruh badannya sampai ke pangkal rambutnya; dan yang lebih utama adalah dengan tata cara mandi yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ringkasnya sebagai berikut:

1. Wanita tersebut mengambil air dan sabunnya, kemudian berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya.

2. Menyiramkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat sampai pada tempat tumbuhnya rambut. Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan jalinan rambut kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala).

3. Menyiramkan air ke badannya.

4. Mengambil secarik kain atau kapas(atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi atau semisalnya kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya

TATA CARA MANDI JUNUB BAGI WANITA

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata:


كُنَّاإِذَأَصَابَتْ إِحْدَانَاجَنَابَةٌأَخَذَتْ بِيَدَيْهَاثَلَاثًافَوْقَ رَأْسَهَا ثُمَََّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَاالْأيَْمَنِ وَبِيَدِهَااْلأُخْرَى عََََلَى شِقِّهَااْلأ يْسَرِ


“Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri.” (Hadits Shahih riwayat Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253)

Seorang wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi karena junub, berdasarkan hadits berikut:

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata:


قُاْتُ ياَرَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَرَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ:لاَإِنَّمَايَكْفِيْكِ أَنْ تَحْثِيْنَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍثُمََّ تُفِيْضِيْنَ عَلَى سَائِرِ جَسَادِكِ الماَءَ فَتَطْهُرِيْن


Aku (Ummu Salamah) berkata: “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku menguatkan jalinan rambutku, maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena junub?” Beliau bersabda: “Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.” (Hadits Shahih riwayat Muslim, Abu Dawud: 251, an-Nasaai: 1/131, Tirmidzi:1/176, hadits: 105 dan dia berkata: “Hadits Hasan shahih,” Ibnu Majah: 603)

Ringkasan tentang mandi junub bagi wanita adalah:

1. Seorang wanita mengambil airnya, kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya (dimulai dengan bagian yang kanan).

2. Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.

3. Menggosok-gosok kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya.

4. Mengguyurkan air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang kiri.

5. Tidak wajib membuka jalinan rambut ketika mandi.

Tata cara mandi yang disebutkan itu tidaklah wajib, akan tetapi disukai karena diambil dari sejumlah hadits-hadits Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Apabila dia mengurangi tata cara mandi sebagaimana yang disebutkan, dengan syarat air mengenai (menyirami) seluruh badannya, maka hal itu telah mencukupinya.




Diterjemahkan dari kitab safinatun najah,  mengenai sub,  atau Bab mengenai tentang Fardhu Mandi





Wallahu A’lam bish-shawab.
Continue reading →

Monday, September 11, 2017

TAWADHU' - MARI MENENGOK KE DALAM DIRI
Unknown

TAWADHU' - MARI MENENGOK KE DALAM DIRI



Di terjemahkan dari kitab riyadhus shalihin
pasal 71
tentang betapa pentingnya setiap insan, memilki sikap dan budi pekerti yang luhur, tanpa memandang ras, dan golongan

Menundukkan SayapYakni Merendahkan DiriKepada Kaum Mu'minin

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan tundukkanlah sayapmu - yakni rendahkanlah dirimu -kepada kaum mu'minin." (al-Hijr: 88)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa yang surut kembali dari agamanya - yakni menjadi orang murtad, maka Allah nanti akan mendatangkan kaum yang dicintai olehNya dan mereka pun mencintai Allah. Mereka itu bersikap merendahkan diri kepada kaum mu'minin dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir." (al-Maidah: 54)

Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami - Allah - menciptakan engkau semua itu dari jenis lelaki dan wanita dan menjadikan engkau semua berbangsa-bangsa serta berkabilah-kabilah, agar supaya engkau semua saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang termulia di antara engkau semua di sisi Allah ialah orang yang bertaqwa dari kalanganmu itu." (al-Hujurat: 13)

Allah Ta'ala juga berfirman:
"Janganlah engkau semua melagak-lagakkan dirimu sebagai orang suci. Allah adalah lebih mengetahui kepada siapa yang sebenarnya bertaqwa." (an-Najm: 32)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan orang-orang yang menempati a'raf - tempat-tempat yang tinggi-tinggi - itu berseru kepada beberapa orang yang dikenalnya kerana tanda-tandanya, mereka mengatakan: "Apa yang telah engkau semua kumpulkan dan apa yang telah engkau semua sombongkan itu tidaklah akan memberikan pertolongan kepadamu. Inikah orang-orang yang telah engkau semua persumpahkan, bahawa mereka tidak akan mendapatkan kerahmatan dari Allah? Kepada mereka itu dikatakan: "Masuklah engkau semua dalam surga, engkau semua tidak perlu merasa ketakutan dan tidak pula bersedih hati." (al-A'raf: 48-49)

600. Dari 'lyadh bin Himar r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah memberikan wahyu kepadaku, hendaklah engkau semua itu bersikap tawadhu', sehingga tidak ada seseorang yang membanggakan dirinya di atas orang lain - yakni bahawa dirinya lebih mulia dari orang lain - dan tidak pula seseorang itu menganiaya kepada orang lain - kerana orang yang dianiaya dianggapnya lebih hina dari dirinya sendiri." (Riwayat Muslim)

601. Dari Abu Hurairah r.a.
bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tidaklah sedekah itu akan mengurangi dari harta seseorang dan tidaklah Allah menambahkan seseorang itu dengan pengampunan melainkan ditambah pula kemuliaannya dan tidaklah seseorang itu bertawadhu' kerana mengharapkan keredhaan Allah, melainkan Allah akan mengangkat darjat orang itu." (Riwayat Muslim)

602. Dari Anas r.a. 
bahawasanya ia berjalan melalui anak-anak, kemudian ia memberikan salam kepada mereka ini dan berkata: "Nabi s.a.w. juga melakukan sedemikian." (Muttafaq 'alaih)

603. Dari Anas r.a. pula, katanya:
"Bahawasanya ada seorang hamba sahaya wanita dari golongan hamba sahaya wanita yang ada di Madinah mengambil tangan Nabi s.a.w. lalu wanita itu berangkat dengan beliau s.a.w. ke mana saja yang dikehendaki oleh wanita itu." Ini menunjukkan bahawa beliau s.a.w. selalu merendahkan diri.   (Riwayat Bukhari)

604. Dari al-Aswad bin Yazid, katanya: 
"Saya bertanya kepada Aisyah radhiallahu 'anha, apakah yang dilakukan oleh Nabi s.a.w. di rumahnya?" Aisyah menjawab: "Beliau s.a.w. melakukan pekerjaan keluarganya - yakni melayani atau membantu pekerjaan keluarganya. Kemudian jikalau datang waktu shalat, lalu beliau keluar untuk mengerjakan shalat itu." (Riwayat Bukhari)

605. Dari Abu Rifa'ah yaitu Tamim bin Usaid r.a., katanya:
"Saya sampai kepada Nabi s.a.w. dan waktu itu beliau sedang berkhutbah, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, ada seorang yang gharib - asing yakni bukan penduduk negeri itu - datang untuk menanyakan agamanya yang ia tidak mengerti apakah agamanya itu." Rasulullah s.a.w. lalu menghadap kepada saya dan meninggalkan khutbahnya, sehingga sampailah ke tempat saya. Beliau s.a.w. diberi sebuah kursi kemudian duduk di situ dan mulailah mengajarkan pada saya dari apa-apa yang diajarkan oleh Allah padanya. Selanjutnya beliau mendatangi tempat khutbahnya lalu menyempurnakan khutbahnya itu." (Riwayat Muslim)

606. Dari Anas r.a.
bahawasanya Rasulullah s.a.w. apabila makan sesuatu makanan, maka beliau itu menjilati jari-jarinya yang tiga - yakni ibu jari, telunjuk dan jari tengah. Anas berkata: "Rasulullah bersabda: "Jikalau suapan seseorang dari engkau semua itu jatuh, maka buanglah daripadanya itu apa-apa yang kotor dan setelah itu makanlah dan janganlah ditinggalkan untuk dimakan syaitan - yang masih bersih tadi. Beiiau s.a.w. juga menyuruh supaya bejana tempat makanan itu dijilati pula. Beliau bersabda: "Sesungguhnya engkau semua tidak mengetahui dalam makanan yang manakah yang di situ ada berkahnya." (Riwayat Muslim)

607.  Dari Abu Hurairah r.a. 
dari Nabi s.a.w. sabdanya:.
"Tiada seorang Nabi pun yang diutus oleh Allah, melainkan ia tentu menggembala kambing." Para sahabatnya bertanya: "Dan tuan?" Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, saya juga menggembala kambing itu, iaitu di Qararith. Kambing itu kepunyaan penduduk Makkah." Arti Qararith periksalah dalam Hadis no. 598. (Riwayat Bukhari)

608. Dari Abu Hurairah r.a.
dari Nabi s.a.w., katanya: "Andaikata saya dipanggil untuk mendatangi jamuan berupa kaki bawah atau pun kaki atas - maksudnya baik pun makanan yang tidak berharga ataupun yang amat tinggi nilainya, niscayalah saya akan mengabulkan undangan itu. juga andaikata saya diberi hadiah berupa kaki atas atau kaki bawah, nescayalah saya suka menerimanya." (Riwayat Bukharj)

609. Dari Anas r.a. katanya:
"Adalah untanya Rasulullah s.a.w. itu diberi nama 'Adhba', tidak pernah didahului atau hampir tidak dapat didahului.
Maka datanglah seorang A'rab duduk di atas kenderaan yang dinaikinya, kemudian mendahului unta beliau s.a.w. itu.

Hal itu dirasakan berat sekali atas kaum Muslimin - yakni kaum merasa tidak senang terhadap kelakuan orang A'rab tadi -A'rab ialah orang yang berdiam di negeri Arab bahagian pedalaman.

Hal itu - yakni keberatan kaum Muslimin tadi -diketahui oleh beliau s.a.w., kemudian beliau bersabda: "Adalah merupakan hak Allah bahawasanya tidaklah sesuatu dari keduniaan itu meninggi, melainkan pasti akan diturunkannya," maksudnya bahawa harta atau kedudukan itu jikalau sudah mencapai puncak ketinggiannya dan tidak digunakan sebagaimana mestinya tuntutan agama, pasti akan diturunkan kembali oleh Allah. (Riwayat  Bukhari)




Tidak diperbolehkannya  Bersikap Sombong Dan  Merasa  Heran Pada Diri Sendiri
Allah Ta'ala berfirman:
"Perumahan akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak hendak berbuat sewenang-wenang di bumi dan tidak perlu hendak melakukan kerusakan, sedang kesudahan - yang baik -adalah untuk orang-orang yang bertaqwa." (al-Qashash: 83)

Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan sombong." (al-lsra': 37)

Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Janganlah engkau memalingkan muka dan para manusia sebab kesombongan dan janganlah berjalan di bumi dengan takabbur, sesungguhnya Allah itu tidak suka kepada setiap orang yang sombong dan membanggakan diri." (Luqman: 18)

Makna tusha'-'ir khaddaka ialah engkau membuang muka atau memalingkannya dari orang banyak kerana berlagak sombong kepada mereka itu, sedang almarah atau maraha ialah kesombongan atau takabbur.

Allah Ta'ala juga berfirman:
"Sesungguhnya Qarun itu termasuk dalam golongan kaumnya Musa, tetapi ia melakukan aniaya kepada mereka. Kami memberikan kepadanya gedung simpanan kekayaan yang anak kuncinya saja berat dipikul oleh sekumpulan orang yang kuat. Perhatikanlah ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah engkau bergembira - melampaui batas, sesungguhnya Allah itu tidak senang kepada orang yang bergembira - secara melampaui batas - itu," sehingga firmanNya: "Kemudian ia dan rumahnya Kami benamkan ke dalam tanah," sampai akhirnya ayat-ayat itu.

610. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a.
dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidak dapat masuk surga seseorang yang dalam hatinya ada sifat kesombongannya seberat debu."
Kemudian ada orang berkata: "Sesungguhnya seseorang itu ada yang senang jikalau pakaiannya itu baik dan terumpahnya pun baik."
Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan menghinakan orang banyak."
(Riwayat Muslim)

Batharulhaqqi ialah menolak kebenaran dan mengembalikannya kepada orang yang mengucapkannya itu - yakni memberikan bantahan pada kebenaran tadi, sedang ghamthun-nasi ialah menghinakan para manusia.

611. Dari Salamah bin al-Akwa' r.a.
bahawasanya ada seorang lelaki makan di sisi Rasulullah s.a.w. dengan menggunakan tangan kirinya,
lalu beliau s.a.w. bersabda: "Makanlah dengan menggunakan tangan kananmu."
Orang itu berkata: "Saya tidak dapat makan sedemikian itu."
Beliau s.a.w. bersabda: "Tidak dapat engkau?" Ia berbuat sedemikian itu tidak ada yang mendorongnya, melainkan kesombongannya juga.
Salamah berkata: "Orang itu akhirnya benar-benar tidak dapat mengangkat tangan kanannya ke mulutnya," yakni tangannya terus cacat untuk selama-lamanya, sebab tidak dapat digunakan apa-apa. (Riwayat Muslim)

612. Dari Haritsah bin Wahab r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah saya memberitahukan padamu semua, siapakah ahli neraka itu? Mereka itu ialah orang yang keras  kepala,  suka   mengumpulkan  harta  tetapi  enggan  membelanjakannya - untuk kebaikan - lagi bersikap sombong." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan  Hadis  ini telah dihuraikan dalam  bab Golongan orang-orang lemah dari kaum Muslimin - lihat Hadis no. 252.

613. Dari Abu Said al-Khudri r.a.
Dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Surga dan neraka berbantah-bantahan.
Neraka berkata:
"Di tempatku ada orang-orang yang gagah-gagah - suka menekankan kemauannya pada orang banyak - lagi orang-orang yang sombong."
Surga berkata:
"Di tempatku adalah orang-orang yang lemah dan kaum miskin." Allah kemudian memberikan keputusan antara kedua makhluk ini,
firmanNya:
"Sesungguhnya engkau surga adalah kerahmatanKu dan denganmu lah Aku merahmati siapa saja yang Ku kehendaki,
sedang sesungguhnya engkau neraka adalah siksaKu yang denganmu lah Aku menyiksa siapa saja yang Ku kehendaki.
Masing-masing dari keduamu itu atas tanggungan Ku lah perkara isinya." (Riwayat Muslim)

614. Dari Abu Hurairah r.a. 
bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Allah tidak akan melihat pada hari kiamat nanti kepada seseorang yang menarik sarungnya - yakni melemberehkan pakaiannya sampai ke bawah kaki - dengan tujuan kesombongan." (Muttafaq 'alaih)

615. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya:
"Ada tiga macam orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan tidak pula menganggap mereka sebagai orang bersih - dari dosa, juga tidak hendak melihat mereka itu dan bahkan mereka akan memperolehi siksa yang pedih sekali, iaitu orang tua yang berzina, raja-kepala negara-yang suka berbohong dan orang miskin yang sombong." (Riwayat Muslim)

616. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Allah 'Azzawajalla berfirman - dalam Hadis Qudsi: "Kemuliaan adalah sarungKu dan kesombongan adalah selendangKu.
Maka barangsiapa yang mencabut salah satu dari kedua pakaianKu itu, maka pastilah Aku menyiksa padanya," artinya mencabut ialah merasa dirinya paling mulia atau berlagak sombong. (Riwayat Muslim)

617. Dari Abu Hurairah r.a. pula 
bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang berjalan dengan mengenakan pakaian yang merasa heran - bangga - dengan dirinya sendiri, ia menyisir rapi-rapi akan rambutnya lagi pula berlagak sombong di waktu berjalan, tiba-tiba Allah membenamkannya, maka ia tenggelamlah dalam bumi sehingga besok hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)

618. Dari Salamah bin al-Akwa' r.a.
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tidak henti-hentinya seseorang itu menyombongkan dirinya sehingga dicatatlah ia dalam golongan orang-orang yang congkak, maka akan mengenai pada orang itu bahaya yang juga mengenai golongan manusia-manusia yang congkak."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
Yadz-habu binafsihi ertinya merasa dirinya tinggi dan juga berlaku sombong.
Continue reading →