Menu
Propellerads

Friday, November 24, 2017

Makrifat Dalam Bismillah Dan Doa, Dan Ilmu Kesempurnaan Syekh Siti Jenar
Unknown

Makrifat Dalam Bismillah Dan Doa, Dan Ilmu Kesempurnaan Syekh Siti Jenar


Makrifat Dalam Bismillah dan Doa
Dalam serat bayan budiman dijelaskan bahwa setiap surat dan Al-Quran kecuali surat "At-Taubah" selalu diawali dengan Basmalah. Perkataan ini muncul pertama kali dalam serat bayan budiman ketika burung Bayan menjawab pertanyaan burung Menco tentang makna kalimat "Bismillah" dalam Kitab Serat Bayan Budiman.

Bayan Budiman lalu menjelaskan mengapa demikian adalah karena Tuhan menjadikan tahun dalam 12 bulan dihiasi bulan Ramadan. Didalam setiap bulan yang 30 hari dihiasi hari Jumat, Iangit tujuh dihiasi matahari dan bulan, A-lQuran dihiasi dengan "Bismillah". Tuhan menobatkan Nabi Muhammad SAW dengan agama yang dihiasi shalat lima kali. 

Seumpama orang hidup, shalat itu menjadi pertanda penegakan agama yang jika meninggalkan shalat tak dapat diganti dengan sedekah 1 kwintal emas. Tapi hal ini akan sangat tergantung bagaimana laku ibadah itu diberi makna bukan sekedar aturan dan tindakan sistematis dan formal, melainkan dalam tataran kearifan batin. 


Hikmah dan Derajat Lafadz Bismillah
Sementara itu, hikmah dan derajat lafadz Bismillah, tergantung atas pekerjaan apa yang akan dilakukan. Ia bisa berarti wajib atau sunnah, jika pekerjaan itu wajib maka ia menjadi wajib, jika haram atau makruh maka menjadi haram atau makruh.

Bismillah ditulis lebih dulu karena pada waktu zaman Dlurriyyat di Lauhil Mahfudz ketika Tuhan memanggil dan dijawab "Alastu Birabbikum". Tuhan lalu berfirman "Bala-". Huruf sin berlekuk tiga sebagai simbol sirotol mustaqin yang juga berlekuk tiga sebagai simbol perjalanan selama 3 ribu tahun. 

Lafadz Bismillah itu ada empat kalimat karena bengawan surga juga ada empat macam, yaitu:
1. Air Tawar.
2. Air Madu.
3. Air Susu.
4. Air Manis. 

Jumlah hurufnya ada 19 karena malaikat penjaga neraka yang disebut Zabaniyyah itu terdiri dari 19 kelompok. Siapa yang membaca bismillah dalam shalat sesudah takbir, dosanya akan diampuni. Dengan meminum empat air di bengawan surga itu maka seseorang akan selamat dari siksa neraka Jahanam. 

Karena itu pulalah mengapa Syeikh Siti Jenar siang malam selalu menyucikan budi dan menguasai ilmu luhur, semua itu demi kemuliaan jiwanya dan manusia lainnya menuju kehidupan yang hakiki yang terlukis dalam kata "Bismillah" tersebut. Hal ini tercermin saat eksekusi mati yang dijatuhkan kepadanya. Ia justru memilih jalan kematiannya sendiri. 

Dalam kitab bayan budiman, burung bayan mengajarkan cara memohon kepada Tuhan untuk menggapai kemuliaan hidup secara sederhana. Hal ini bisa dibaca bahwa ajaran Syeikh Siti Jenar merupakan laku tingkat tinggi, sedangkan fatwa burung bayan lebih merupakan penyederhanaan dari hubungan manusia dengan Tuhan. 

DOA
Kalau Syeikh Siti Jenar sampai pada tingkatan "tidak adajarak" antara manusia dengan Tuhan (manunggaling kawula gusti), dalam fatwa burung bayan masih diperlihatkan jarak itu. Namun, perlu dimengerti bahwa itu bukan sesuatu yang berbeda tapi merupakan petunjuk jalan ke arah ajaran "wahdatul wujud" Siti Jenar. Untuk sampai pada tahapan kasampurnan Siti Jenar, perlu dimengerti terlebih dahulu tahap-tahap pencapaiannya dalam hal ini seperti yang disampaikan "burung bayan" tentang cara melakukan doa agar terkabul. 

Burung bayan menjelaskan bahwa syarat-syarat doa agar bisa terkabul itu ada 4 hal, yaitu:
1. Khusyuk dan hadir ketika berdoa.
2. Tanpa keraguan ketika memohon kepada Allah SWT.
3. Membaca Alhamdulillah atau memuji kepada tuhan yang memberi hidup.
4. Orang yang berdoa itu perbuatannya dan makanannya harus halal.
Jika semuanya bisa dipenuhi, insya Allah doamu akan dikabulkan. 

Konsep doa dalam ajaran kasampurnan adalah mengarah pada kemuliaan hidup. Karena itu ujungnya adalah masuk pada ketiadaan diri, hanya Allah SWT sajalah yang ada. Bahwasanya yang layak dipuji hanyalah Allah SWT, tiada sesuatupun dari manusia yang layak dipuji.

Karena, segala yang terpuji (Nur Muhammad) itu datangnya dari Allah SWT. Dan karena ujungnya adalah sifat keterpujian, maka tak layak ada yang haram masuk ke dalam tubuh manusia itu. Dengan memasukkan hal-hal yang tidak halal dalam tubuh sama artinya menjauhkan diri dari keterpujian atau kemuliaan hidup.

Cara berdoa di atas pada akhirnya juga berhubungan dengan latihan rohani guna mencapai kasampurnan yang berkaitan dengan konsep surga dan neraka. Konsep surga dan neraka yang banyak dikembangkan ulama syariah dan kalam, agak sedikit berbeda dengan kaum sufi.

° Ajaran Tentang Surga dan Neraka. Dalam pemikiran ulama kalam dan syariah tersebut tampak dipengaruhi konsep tentang "Tuhan Baik" dan "Tuhan Jahat". Adanya surga dan neraka sebagai 2 tempat eksistensial berada di wilayah kesadaran manusia seakan Islam mengenalkan dua jalan ke arah masing-masing Tuhan, atau ada jalan ke arah Tuhan Jahat tersebut.

°Beda Surga Dan Neraka Di Ajaran Makrifat. Tuhan pun seringkali digambarkan sebagai hakim yang keras dan penghukum. Hal ini berbeda dengan konsep cinta atau hubb kaum sufi dalam berhubungan dengan interaksi antar manusia dan sesama makhluk.

Karena itu, tampaknya penting untuk dimengerti bahwa konsep Tuhan Jahat atau hakim yang keras sungguh berbeda dengan ajaran kesempurnaan dalam ajaran sufi dan Syeikh Siti Jenar seperti yang diperlihatkan dalam kisah-kisah makrifat Kitab Bayan Budiman.


°Dalam ajaran Kesempurnaan. Neraka sesungguhnya hanyalah hadir sebagai bayang-bayang yang menutupi surga, sehingga doa menjadi mungkin dan tabir surga atau neraka bisa dibuka. Hal ini juga terlihat dalam doktrin bahwa surga itu selalu ditabiri oleh penderitaan dan sebaliknya neraka dengan segala kenikmatan.

°Fenomena Siang, Malam dan Gerhana. Seperti gambaran siang dan malam, sesungguhnya malam itu tidak ada kalau saja sinar matahari tak pernah terhalang bumi untuk sampai pada manusia. Demikian juga, neraka itu tidak pernah ada kalau saja manusia itu tidak pernah terhalangi dirinya untuk sampai pada Tuhannya.

Karena itu, untuk sebuah kemuliaan hidup, manusia harus melampaui dirinya hingga sampai pada Tuhannya. Itulah yang diajarkan kanjeng Nabi dengan konsep jihad Akbar sebagai sebuah pertarungan untuk bisa melampaui dan agar bisa mengalahkan diri atau kedirian seseorang.

Itulah makna yang dijelaskan secara singkat dalam Kitab Bayan Budiman tentang fenomena Matahari, Bulan dan Gerhana. "Lalu, apa bedanya matahari dan bulan," tanya burung Menco kepada Bayan Budiman. Selanjutnya Burung Bayan menjawab pertanyaan Menco dan menjelaskan bahwa matahari menjadi pertanda waktu shalat dan puasa.

Sedangkan bulan itu tidak tiap saat diterima sujudnya kecuali hanya pada tanggal 15. Adanya gerhana adalah untuk menolak perbuatan orang kafir dan majusi yang menyembah matahari. Dengan gerhana, Tuhan menunjukkan bahwa matahari dan bulan bukanlah Tuhan karena berubah-ubah.
Continue reading →

Thursday, November 23, 2017

CINTA DAN MAKRIFAT
Unknown

CINTA DAN MAKRIFAT



Sufi agung yang memberikan kontribusi besar terhadap dunia pemahaman dan pengamalan hidup dan kehidupan secara mendalam antara makhluk dengan sang pencipta, makhluk dan sesama ini mempunyai nama lengkap al-Imam al-A'rif al-Sufy al-Wasil Abu al-Faidl Tsauban bin Ibrahim, dan terkenal dengan Dzunnun al-Misry. Kendati demikian besar nama yang disandangnya namun tidak ada catatan sejarah tentang kapan kelahirannya.

Perjalanan menuju Mesir
Waliyullah yang bangga dan dibanggakan oleh Mesir ini berasal dari Nubay (satu suku di selatan Mesir) kemudian menetap di kota Akhmim (sebuah kota di propinsi Suhaj). Kota Akhmin ini rupanya bukan tempat tinggal terakhirnya. Sebagaimana lazimnya para sufi, ia selalu menjelajah bumi mensyiarkan agama Allah mencari jati diri, menggapai cinta dan ma'rifatulah yang hakiki.

Suatu ketika dalam perjalanan yang dilalui kekasih Allah ini, ia mendengar suara genderang berima rancak diiringi nyanyi-nyanyian dan siulan khas acara pesta. Karena ingin tahu apa yang terjadi ia bertanya pada orang di sampingnya : "ada apa ini?".
Orang tersebut menjawab : Itu sebuah pesta perkawinan. Mereka merayakannya dengan nyanyi-nyanyian dan tari-tarian yang diiringi musik ". Tidak jauh dari situ terdengar suara memilu seperti ratapan dan jeritan orang yang sedang dirundung duka. 

"Fenomena apa lagi ini ?" begitu pikir sang wali. Iapun bertanya pada orang tadi. Dengan santai orang tersebut menjawab : "Oh ya, itu jeritan orang yang salah satu anggota keluarganya meningal. Mereka biasa meratapinya dengan jeritan yang memekakkan telinga ". 

Di sana ada suka yang dimeriahkan dengan warna yang tiada tara. Di sini ada duka yang diratapi habis tak bersisa. Dengan suara lirih, ia mengadu : "Ya Allah aku tidak mampu mengatasi ini. Aku tidak sanggup berlama-lama tinggal di sini. Mereka diberi anugerah tidak pandai bersyukur. Di sisi lain mereka diberi cobaan tapi tidak bersabar ". Dan dengan hati yang pedih ia tinggalkan kota itu menuju ke Mesir (sekarang Kairo).

Perjalanan ke dunia tasawuf
Banyak cara kalau Allah berkehendak menjadikan hambanya menjadi kekasihnya. Kadang berliku penuh onak dan duri. Kadang lurus bak jalan bebas hambatan. Kadang melewati genangan lumpur dan limbah dosa. Tak dikecualikan apa yang terjadi pada Dzunnun al-Misri. Bukan wali yang mengajaknya ke dunia tasawuf. Bukan pula seorang alim yang mewejangnya mencebur ke alam hakikat. Tapi seekor burung lemah tiada daya.

Pengarang kitab al-Risalah al-Qusyairiyyah bercerita bahwa Salim al-Maghriby menghadap Dzunnun dan bertanya "Wahai Abu al-Faidl !" begitu ia memanggil demi menghormatinya "Apa yang menyebabkan Tuan bertaubat dan menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah SWT ? ". "Sesuatu yang menakjubkan, dan aku kira kamu tidak akan mampu". Begitu jawab al-Misri seperti sedang berteka-teki. 

Al-Maghriby semakin penasaran "Demi Dzat yang engkau sembah, ceritakan padaku" lalu Dzunnun berkata : "Suatu ketika aku hendak keluar dari Mesir menuju salah satu desa lalu aku tertidur di padang pasir. Ketika aku membuka mata, aku melihat ada seekor anak burung yang buta jatuh dari sangkarnya. 

Coba bayangkan, apa yang bisa dilakukan burung itu. Dia terpisah dari induk dan saudaranya. Dia buta tidak mungkin terbang apalagi mencari sebutir biji. Tiba-tiba bumi terbelah. Perlahan-lahan dari dalam muncul dua mangkuk, yang satu dari emas satunya lagi dari perak. Satu mangkuk  berisi biji-bijian Simsim, dan yang satunya lagi berisi air. Dari situ dia bisa makan dan minum dengan puas. 

Tiba-tiba ada kekuatan besar yang mendorongku untuk bertekad : "Cukup... aku sekarang bertaubat dan total menyerahkan diri pada Allah SWT. Akupun terus bersimpuh di depan pintu taubat-Nya, sampai Dia Yang Maha Asih berkenan menerimaku".

Perjalanan ruhaniah
Ketika si kaya tak juga kenyang dengan bertumpuknya harta. Ketika politisi tak jua puas dengan indahnya kursi. Maka kaum sufipun selalu haus dengan kedekatan lebih dekat dengan Sang Kekasih sejati. Selalu ada kenyamanan yang berbeda. Selalu ada kebahagiaan yang tak sama.

Maka demikianlah, Dzunnun al-Misri tidak puas dengan hikmah yang ia dapatkan dari burung kecil tak berdaya itu. Baginya semuanya adalah media hikmah. Batu, tumbuhan, wejangan para wali, hardikan pendosa, jeritan kemiskinan, rintihan orang hina semua adalah hikmah.

Suatu malam, tatkala Dzunnun bersiap-siap menuju tempat untuk ber-munajat ia berpapasan dengan seorang laki-laki yang nampaknya baru saja mengarungi samudera kegundahan menuju ke tepi pantai kesesatan. 

Dalam senyap laki-laki itu berdoa "Ya Allah Engkau mengetahui bahwa aku tahu ber-istighfar dari dosa tapi tetap melakukannya adalah dicerca. Sungguh aku telah meninggalkan istighfar, sementara aku tahu kelapangan rahmatmu. Tuhanku... Engkaulah yang memberi keistimewaan pada hamba-hamba pilihan-Mu dengan kesucian ikhlas. Engkaulah Zat yang menjaga dan menyelamatkan hati para auliya' dari datangnya kebimbangan. Engkaulah yang menentramkan para wali, Engkau berikan kepada mereka kecukupan dengan adanya seseorang yang bertawakkal. Engkau jaga mereka dalam pembaringan mereka, Engkau mengetahui rahasia hati mereka. Rahasiaku telah terkuak di hadapan-Mu. Aku di hadapan-Mu adalah orang lara tiada asa ". 

Dengan khusyu' Dzunnun menyimak kata demi kata rintihan orang tersebut. Ketika dia kembali memasang telinga untuk mengambil hikmah di balik ratapan lelaki itu, suara itu perlahan menghilang sampai akhirnya hilang sama sekali di telan gulitanya sang malam namun menyisakan goresan yang mendalam di hati sang wali ini.

Di saat yang lain ia bercerita pernah mendengar seorang ahli hikmah di lereng gunung Muqottom. " Aku harus menemuinya " begitu ia bertekad kemudian. Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan iapun bisa menemukan kediaman lelaki misterius. 

Selama 40 hari mereka bersama, merenungi hidup dan kehidupan, memaknai ibadah yang berkualitas dan saling tukar pengetahuan. Suatu ketika Dzunnun bertanya : "Apakah keselamatan itu?". Orang tersebut menjawab "Keselamatan ada dalam ketakwaan dan al-Muroqobah (mengevaluasi diri)". "Selain itu ?". pinta Dzunnun seperti kurang puas. 

"Menyingkirlah dari makhluk dan jangan merasa tentram bersama mereka!". "Selain itu ?" pinta Dzunnun lagi. "Ketahuilah Allah mempunyai hamba-hamba yang mencintai-Nya. Maka Allah memberikan segelas minuman kecintaan. Mereka itu adalah orang-orang yang merasa dahaga ketika minum, dan merasa segar ketika sedang haus". Lalu orang tersebut meninggalkan Dzunnun al-Misri dalam kedahagaan yang selalu mencari kesegaran cinta Ilahi.

Kealiman Dzunnun Al-Misri
Betapa indahnya ketika ilmu berhiaskan tasawuf. Betapa mahalnya ketika tasawuf berlandaskan ilmu. Dan betapa agungnya Dzunnun al-Misri yang dalam dirinya tertata apik kedalaman ilmu dan keindahan tasawuf. 

Nalar siapa yang mampu membantah  hujjahnya. Hati mana yang mampu berpaling dari untaian mutiara hikmahnya. Dialah orang Mesir pertama yang berbicara tentang urutan-urutan al-Ahwal dan al-Maqomaat para wali Allah.

Maslamah bin Qasim mengatakan "Dzunnun adalah seorang yang alim, zuhud wara', mampu memberikan fatwa dalam berbagai disiplin ilmu. Beliau termasuk perawi Hadits ". Hal senada diungkapkan Al-Hafidz Abu Nu'aim dalam Hilyah-nya dan al-Dzahabi dalam Tarikh-nya bahwasannya Dzunnun telah meriwayatkan hadits dari Imam Malik, Imam Laits, Ibn Luha'iah, Fudail ibn Iyadl, Ibn Uyainah, Muslim al-Khowwas dan lain-lain. 

Adapun orang yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah al-Hasan bin Mus'ab al-Nakha'i, Ahmad bin Sobah al-Fayyumy, al-Tho'i dan lain-lain. Imam Abu Abdurrahman al-Sulamy menyebutkan dalam Tobaqoh-nya bahwa Dzunnun telah meriwayatkan hadis Nabi dari Ibn Umar yang berbunyi " Dunia adalah penjara orang mu'min dan surga bagi orang kafir".

Di samping lihai dalam ilmu-ilmu Syara', sufi Mesir ini terkenal dengan ilmu lain yang tidak digoreskan dalam lembaran kertas, dan datangnya tanpa sebab. Ilmu itu adalah ilmu Ladunni yang oleh Allah hanya khusus diberikan pada kekasih-kekasih-Nya saja.

Karena demikian tinggi dan luasnya ilmu sang wali ini, suatu ketika ia memaparkan suatu masalah pada orang di sekitarnya dengan bahasa Isyarat dan Ahwal yang menawan. Seketika itu para ahli ilmu fiqih dan ilmu 'dhahir' timbul rasa iri dan dan tidak senang karena Dzunnun telah berani masuk dalam wilayah (ilmu fiqih) mereka. 

Lebih-lebih ternyata Dzunnun mempunyai kelebihan ilmu Robbany yang tidak mereka punyai. Tanpa pikir panjang mereka mengadukannya pada Khalifah al-Mutawakkil di Baghdad dengan tuduhan sebagai orang Zindiq yang memporak-porandakan syari'at. 

Dengan tangan dirantai sufi besar ini dipanggil oleh Khalifah bersama murid-muridnya. "Benarkah engkau ini zahidnya negeri Mesir?". Tanya khalifah kemudian. "Begitulah mereka mengatakan". Salah satu pegawai raja menyela : " Amir al-Mu'minin senang mendengarkan perkataan orang yang zuhud, kalau engkau memang zuhud ayo bicaralah".

Dzunnun menundukkan muka sebentar lalu berkata "Wahai amiirul mukminin.... Sungguh Allah mempunyai hamba-hamba yang menyembahnya dengan cara yang rahasia, tulus hanya karena-Nya. Kemudian Allah memuliakan mereka dengan balasan rasa syukur yang tulus pula. Mereka adalah orang-orang yang buku catatan amal baiknya kosong tanpa diisi oleh malaikat. Ketika buku tadi sampai ke hadirat Allah SWT, Allah akan mengisinya dengan rahasia yang diberikan langsung pada mereka. Badan mereka adalah duniawi, tapi hati adalah samawi.......".

Dzunnun meneruskan mauidzoh-nya sementara air mata Khalifah terus mengalir. Setelah selesai berceramah, hati Khalifah telah terpenuhi oleh rasa hormat yang mendalam terhadap Dzunnun. Dengan wibawa khalifah berkata pada orang-orang datang menghadiri mahkamah ini : "Kalau mereka ini orang-orang Zindiq maka tidak ada seorang muslim pun di muka bumi ini". 

Sejak saat itu Khalifah al-Mutawaakil ketika disebutkan padanya orang yang Wara' maka dia akan menangis dan berkata "Ketika disebut orang yang Wara' maka marilah kita menyebut Dzunnun".

Pujian para ulama terhadap Dzunnun
Tidak ada maksud paparan berikut ini supaya Dzunnun al-Misri menjadi lebih terpuji. Sebab apa yang dia harapkan dari pujian makhluk sendiri ketika Yang Maha Sempurna sudah memujinya. 

Apa artinya sanjungan berjuta manusia dibanding belaian kasih Yang Maha Penyayang ?. Dan hanya dengan harapan semoga semua menjadi hikmah dan manfaat bagi semua paparan berikut ini hadir.

Imam Qusyairy dalam kitab Risalah-nya mengatakan "Dzunnun adalah orang yang tinggi dalam ilmu ini (Tasawwuf) dan tidak ada bandingannya. Ia sempurna dalam Wara', Haal, dan adab". Tak kurang Abu Abdillah Ahmad bin Yahya al-Jalak mengatakan "Saya telah menemui 600 guru dan aku tidak menemukan seperti keempat orang ini : Dzunnun al-Misry, ayahku, Abu Turob, dan Abu Abid al-Basry". 

Seperti berlomba memujinya sufi terbesar dan ternama Syaikh Muhiddin ibn Araby Sulton al-Arifin dalam hal ini mengatakan "Dzunnun telah menjadi Imam, bahkan Imam kita".

Pujian dan penghormatan pada Dzunnun bukan hanya diungkapkan dengan kata-kata. Imam al-Munawi dalam Tobaqoh-nya bercerita : "Sahl al-Tustari (salah satu Imam tasawwuf yang besar) dalam beberapa tahun tidak duduk maupun berdiri bersandar pada mihrab. Ia juga seperti tidak berani berbicara. Suatu ketika ia menangis, bersandar dan bicara tentang makna-makna yang tinggi dan Isyaraat yang menakjubkan. 

Ketika ditanya tentang ini, ia menjawab "Dulu waktu Dzunnun al-Misri masih hidup, aku tidak berani berbicara tidak berani bersandar pada mihrab karena menghormati beliau. Sekarang beliau telah wafat, dan seseorang berkata padaku padaku : berbicaralah!! Engkau telah diberi izin".

Cinta dan makrifat
Suatu ketika Dzunnun ditanya seseorang : "Dengan apa Tuan mengetahui Tuhan?". "Aku mengetahui Tuhanku dengan Tuhanku ",jawab Dzunnun. "kalau tidak ada Tuhanku maka aku tidak akan tahu Tuhanku". Lebih jauh tentang ma'rifat ia memaparkan : "Orang yang paling tahu akan Allah adalah yang paling bingung tentang-Nya". 

"Ma'rifat bisa didapat dengan tiga cara: dengan melihat pada sesuatu bagaimana Dia mengaturnya, dengan melihat keputusan-keputusan-Nya, bagaimana Allah telah memastikannya. Dengan merenungkan makhluq, bagaimana Allah menjadikannya".

Tentang cinta ia berkata : "Katakan pada orang yang memperlihatkan kecintaannya pada Allah, katakan supaya ia berhati-hati, jangan sampai merendah pada selain Allah!. Salah satu tanda orang yang cinta pada Allah adalah dia tidak punya kebutuhan pada selain Allah". "Salah satu tanda orang yang cinta pada Allah adalah mengikuti kekasih Allah Nabi Muhammad SAW dalam akhlak, perbuatan, perintah dan sunnah-sunnahnya". "Pangkal dari jalan (Islam) ini ada pada empat perkara: "cinta pada Yang Agung, benci kepada yang Fana, mengikuti pada Alquran yang diturunkan, dan takut akan tergelincir (dalam kesesatan)".

Karomah Dzunnun Al-Misri
Imam al-Nabhani dalam kitabnya "Jami' al-karamaat " mengatakan: "Diceritakan dari Ahmad bin Muhammad al-Sulami: "Suatu ketika aku menghadap pada Dzunnun, lalu aku melihat di depan beliau ada mangkuk dari emas dan di sekitarnya ada kayu menyan dan minyak Ambar. Lalu beliau berkata padaku "engkau adalah orang yang biasa datang ke hadapan para raja ketika dalam keadaan bergembira". Menjelang aku pamit beliau memberiku satu dirham. Dengan izin Allah uang yang hanya satu dirham itu bisa aku jadikan bekal sampai kota Balkh (kota di Iran).

Suatu hari Abu Ja'far ada di samping Dzunnun. Lalu mereka berbicara tentang ketundukan benda-benda pada wali-wali Allah. Dzunnun mengatakan "Termasuk ketundukan adalah ketika aku mengatakan pada ranjang tidur ini supaya berjalan di penjuru empat rumah lalu kembali pada tempat asalnya". Maka ranjang itu berputar pada penjuru rumah dan kembali ke tempat asalnya.

Imam Abdul Wahhab al-Sya'roni mengatakan: "Suatu hari ada perempuan yang datang pada Dzunnun lalu berkata "Anakku telah dimangsa buaya". Ketika melihat duka yang mendalam dari perempuan tadi, Dzunnun datang ke sungai Nil sambil berkata "Ya Allah... keluarkan buaya itu". Lalu keluarlah buaya, Dzunnun membedah perutnya dan mengeluarkan bayi perempuan tadi, dalam keadaan hidup dan sehat. Kemudian perempuan tadi mengambilnya dan berkata "Maafkanlah aku, karena dulu ketika aku melihatmu selalu aku merendahkanmu. Sekarang aku bertaubat kepada Allah SWT".

Demikianlah sekelumit kisah perjalanan hidup waliyullah, sufi besar Dzun Nun al-Misri yang wafat pada tahun 245 H. semoga Allah me-ridlai-nya. 


Wallahu a’lam bis-shawab 
Continue reading →
Tiga Bagian Hukum
Unknown

Tiga Bagian Hukum



Tanya:
Apakah arti hukum?
Jawab:
Arti hukum yaitu menetapkan suatu pekerjaan dan meniadakan sesuatu pekerjaan.

Tanya:
Terbagi Berapakah  hukum itu?
Jawab:
Hukum itu terbagi menjadi tiga bagian;
1. Hukum syara'.
2. Hukum adat, dan
3. Hukum akal.

A. Hukum Syara'
Tanya:
Apakah arti hukum syara'?
Jawab:
Hukum syara' artinya perintah Allah Ta’ala.
Misalnya shalat lima waktu, puasa ramadhan, menuntut ilmu agama dan lain-lainnya.

Tanya:
Apakah arti haram?
Jawab:
Arti haram menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat siksa, dan apabila ditinggalkan (dapat menahan hawa nafsu) mendapat pahala.
Misalnya mencuri, berzina, berjudi, berdusta, menipu orang, mengumpat dan lain-lainnya.

Tanya:
Apakah arti sunnat?
Jawab:
Arti sunnat menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa.
Misalnya membaca Al-Qur'an, bershalawat, shalat tarawih dan lain-lainnya.

Tanya:
Apakah arti makruh?
Jawab:
Arti makruh menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan mendapat pahala.
Misalnya merokok, makan jengkol, makan petai dan sebagainya.

Tanya:
Apakah arti mubah?
Jawab:
Arti mubah menurut syara', adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan tidak berpahala. Terkadang yang mubah itu menjadi sunnat.
Umpamanya makan diniatkan agar kuat beribadah kepada Allah.

Tanya:
Apakah arti sah?
Jawab:
Arti sah menurut syara', ialah cukup pada rukun dan syaratnya.

Tanya:
Apakah arti batal?
Jawab:
Arti batal menurut syara', ialah apabila kurang salah satu rukun dan syaratnya.

B. Hukum Adat
Tanya:
Apakah arti hukum adat?
Jawab:
Hukum adat artinya menetapkan sesuatu yang telah dikenal oleh orang banyak dan telah menjadi kebiasaan mereka, baik berupa perkataan, perbuatan, atau kebiasaan yang mereka tinggalkan.

Tanya:
Terbagi berapa bagiankah hukum adat itu?
Jawab:
Adapun hukum adat itu terbagi atas dua bagian:

1. Hukum adat yang shahih,
Ialah  sesuatu yang saling dikenal oleh manusia, dan tidak bertentangan dengan dalil syara', tidak menghalalkan sesuatu yang Diharamkan, dan tidak pula membatalkan sesuatu yang wajib.
Misalnya kebiasaan memberikan perhiasan dan pakaian oleh peminang kepada wanita yang dipinangnya adalah hadiah, bukan bagian dari maskawin.

2. Hukum adat yang fasid,
Ialah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan manusia, akan tetapi kebiasaan itu bertentangan dengan syara', atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan, atau membatalkan sesuatu yang wajib.
Misalnya pada adat kebiasaan manusia terhadap kemungkaran (mabuk-mabukan, judi dan lain-lain) dalam berbagai acara seperti dalam pernikahan, sedekah bumi, sedekah laut dan lain sebagainya.

C. Hukum Akal
Tanya:
Apakah hukum akal itu?
Jawab:
Hukum akal yaitu menetapkan sesuatu atau meniadakannya menurut akal sehat. Sedangkan akal yang sempurna (sehat), yaitu nur (cahaya) yang dimasukkan ke dalam hati orang mukmin. Dengan cahaya itu dapatlah mengetahui suatu ilmu yang tidak membutuhkan dalil ilmu nadhari (ilmu yang dapat diterangkan).

Tanya:
Terbagi berapakah hukum akal itu?
Jawab:
Adapun hukum akal itu terbagi atas tiga bagian.
Wajib, Mustahil, Jaiz.

Tanya:
Apakah arti wajib menurut akal?
Jawab:
Arti wajib menurut akal, yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima akal atas ketiadaannya. Misalnya ada rumah, tentu ada tukang yang membuat rumah.

Tanya:
Apakah arti mustahil menurut akal?
Jawab:
Arti mustahil menurut akal, yaitu sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal keberadaannya.
Misalnya manusia ada dengan sendirinya (mustahil bagi akal).

Tanya:
Apakah arti jaiz menurut akal?
Jawab:
Arti jaiz menurut akal, yaitu sesuatu yang dapat diterima oleh akal, adanya dan tidak adanya.
Misalnya: Allah Ta’ala menciptakan alam semesta ini, atau tidak menciptakannya.

Keterangan
Dari uraian di atas, kita ketahui arti wajib syara' dan wajib akal, bahwa keduanya memiliki arti yang berbeda.
1. Apabila dikatakan wajib atas setiap mukallaf (akil baligh), maka yang dimaksud adalah wajib syara'
2. Dan apabila dikatakan wajib bagi Allah Ta'ala, maka yang dimaksud adalah wajib akal.
3. Demikian pula apabila dikatakan jaiz bagi mukallaf, maka yang dimaksud adalah jaiz syar'i.
4. Dan apabila dikatakan jaiz bagi Allah Ta'ala, maka yang dimaksud jaiz aqli (harus menurut akal).


Wallahu a’lam bis-shawab 
Continue reading →
KEUTAMAAN UZLAH (MENGASINGKAN DIRI)
Unknown

KEUTAMAAN UZLAH (MENGASINGKAN DIRI)


Tak ada sesuatu yang lebih bermanfaat terhadap hati seperti manfaat uzlah, karena dengan memasuki uzlah, maka alam pemikiran kita menjadi luas
==>{Syekh Ahmad bin Muhammad Athaillah}<==

Arti Uzlah
Uzlah artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia, memasuki kesendirian, dengan tujuan menghidupkan jiwa dan mensucikan pikirkan dari pengaruh dunia yang merusak.

Dengan mengasingkan diri (uzlah) maka akan memperkuat pikiran sehat, menerangi pikiran dengan sinar Allah SWT, menjauhkan diri dari pikiran durhaka serta perbuatan dosa, karena terkadang perbuatan maksiat memasuki rongga hidup manusia, datangnya secara spontan dan tidak dapat diduga.

Menentramkan Pikiran dan Meluaskan Wawasan
Dalam Uzlah alam pikiran manusia akan menjadi tentram dan luas wawasannya, wacana pikirannya pun semakin bertambah, dan jiwanya menjadi bersih dan tenang.

Dalam kondisi tenang manusia mampu berpikir tentang ciptaan Allah SWT, dan kebesaranNya sebagai pencipta alam semesta.

Menghimpun Sifat-sifat Mulia
Dengan Uzlah akan terhimpun dalam rongga jiwa kita suatu sifat-sifat mulia, budi pekerti yang mulia, serta terhindar dari sifat-sifat mazmumah (tercela) dan etika yang bejat.

Cara Uzlah ini sekaligus akan menjaga iman dan keyakinan kita serta akan membersihkan jiwa kita dari dosa-dosa kecil, demikian juga akan menghadirkan seseorang hamba dari mendekati dosa-dosa besar.

Sifat-sifat mulia, sebagaimana kalimat-kalimat dzikir, pikiran bersih, cita cita suci, kehendak-kehendak yang menggerakkan amal ibadah, perasaan yang menghidupkan iman serta semangat untuk berjihad, demikian juga keinginan untuk memberi pertolongan.

Berpikir positif
Akal pikiran yang menjadi alat berpikir manusia harus selalu dijaga agar selalu tetap positif, lantaran orang yang akan berpikir sajalah yang akan memperoleh kemajuan hidup.

Berpikir serta menganalisa secara kritis dengan pikiran yang sehat akan menyelamatkan manusia dari kehancuran dan ketidakstabilan.

Akal sehat dan pikiran yang jernih akan membiarkan manusia memilih sesuatu yang maslahat dan meninggalkan sesuatu yang mafsadah (merugikan).

Demikianlah akal pikiran yang dipergunakan akan menjadi kemudi jalan hidup kita, serta mengendalikan pikiran yang over atau berlebihan, dan menempatkan pikiran pada tempat yang tepat dan strategis.

Dapat Mengendalikan Pikiran Secara Teratur
Orang yang suka beruzlah akan mampu mengatur jalan pikirannya pada saat hening, pikiran yang yang dikendalikan secara teratur akan mendapatkan hasil pikiran yang mampu menggerakkan hidup dan mengarahkan kepada apa yang dikehendaki oleh syariat agama islam, serta mengantarkan hamba-hamba Allah kepada keridhaan Allah SWT (mardhatillah).

Pada saat tertentu kita memerlukan logika disamping syariat yang harus kita terima kebenarannya secara apa adanya, pada waktu seseorang sedang berpikir dalam suasana hening dia akan memperoleh inspirasi (intiusi) atau petunjuk yang bersifat ilhami dari pikiran yang sedang diaturnya, sehingga akan mudah memecahkan persoalan yang sedang dihadapi.

Baik itu persoalan duniawi atau ukhrawi, apabila masuk pada persoalan yang memerlukan analisa berpikir, maka agama sebagai bagian dari pedoman pemecahan persoalan, akan memberi penilaian terhadap norma-norma kehidupan yang lebih banyak faedahnya.

Terhindarnya Dari Perbuatan Durhaka Dan Sifat-sifat Tercela
Kelebihan yang diperoleh dari sifat uzlah cukup banyak dan bervariasi menuju kesuksesan yang diridhai oleh Allah, disisi lain semangat uzlah diperlukan untuk kebangkitan alam pikiran islami dari masa ke masa.

Keutamaan yang dapat ditemukan dalam uzlah, adalah Terhindarnya dari seorang hamba dari perbuatan durhaka, sebagaimana menggunjing, berolok-olok, mengumpat, arogan, iri dan dengki, dusta, mengadu domba, durhaka, menghina, dan sifat-sifat buruk lainnya.

Uzlah adalah identik dengan tempat pencucian diri, dengan demikian akan terpeliharalah agama, serta terhindar dari virus yang dapat menodai keimanan, kemaksiatan dan fitnah.

Melapangkan Pikiran dan Memperkokoh Keimanan
Uzlah akan memberi kesempatan bagi seorang hamba untuk menyibukkan diri dalam mensucikan hati, lidah, prilaku, serta menghindarkan diribdari kesibukan yang bertentangan dengan ajaran agama islam.

Uzlah adalah salah satu jalan untuk menjauhkan diri dari kejelekan kepada kebaikan, dari kesempitan berfikir pada kelapangan berfikir, Abu Ishaq Ibrahim Ibnu mas'ud berkata; "Dengan terasing (uzlah), akan terhimpunlah cita-cita. Dan dengan cita-cita itu akan memperkokoh keimanan kepda Allah, sedangkan rencana bisa berbeda dengan cita-cita ataupun harapan"

Dapat Mengambil Hikmah Disetiap Masalah
Disebutkan lagi bahwa seorang hamba yang hidup mengasingkan diri maka dia dapat mengheningkan dirinya dan mengambil solusi terhadap masalah yang dianalisanya dalam situasi yang bersih.

Nabi Isa as. Berkata:
"Apabila kamu duduk dengan orang mati, maka kamu akan mati sebelum waktunya, dan apabila kamu duduk dengan orang yang pikirannya hidup, maka kamu akan menjadi orang yang hidup dan suka berpikir".

Sesungguhnya para hamba Allah SWT, yang shaleh akan banyak menyempatkan waktunya untuk mengasingkan diri (uzlah) untuk merenungkan dirinya dan mengevaluasi amal ibadahnya, mencuci hati dan pikirannya dengan perenungan yang suci, serta memberi arah kepada pikirannya (logika) yang sehat dan wawasan yang dalam.

Pada saat jiwa kita jernih maka akan jernih pula hati dan pikiran kita, dan pada saat hati kita lapang, maka akan lapang juga pikiran dan akal kita.


Wallahu a’lam bis-shawab
Continue reading →
PENGERTIAN MAKRIFAT SECARA ETIMOLOGIS
Unknown

PENGERTIAN MAKRIFAT SECARA ETIMOLOGIS



"Apabila jalan makrifat telah dibukakan untukmu, maka janganlah engkau pedulikan amalmu yang hanya sedikit, karena Dia tidak akan menyingkapkannya untukmu, melainkan Dialah yang memperkenalkan diriNya kepadamu, tidakkah engkau mengetahui bahwa Dialah yang menganugerahkan makrifat kepadamu, sedangkan engkau mempersembahkan amal-amal kepadaNya, dan apalah artinya yang engkau persembahkan kepadaNya dibanding dengan apa yang dianugerahkanNya kepadamu.
==>{Syekh Ahmad bin Muhammad Athaillah}<==

Makrifat kepada Allah swt, adalah tujuan yang hendak dicapai oleh seorang hamba, dan merupakan cita-cita yang didambakan, oleh karena itu seorang hamba yang sedang menghadap Allah swt, lantaran telah dibukakan pintu makrifat baginya, maka ia akan mendapatkan ketenangan dalam makrifat itu, karena di dalamnya akan ditemukan kenikmatan rohani yang berlimpah-limpah.

Di sisi lain akan menimbulkan motivasi kepadanya untuk memperbanyak amal ibadah, hal ini karena begitu banyak anugerah serta keutamaan yang diberikan Allah kepadanya.

Dengan makrifat itu seorang hamba akan semakin dekat kepada Allah swt, lantaran dia mampu memandang Allah swt dengan makrifatnya itu, sedangkan maksudnya makrifat adalah kemampuan seorang hamba dengan bashirahnya matahatinya.

Seorang hamba yang dekat kepada Allah dia akan mampu mengenal Allah dengan baik, karena pengertian makrifat secara etimologis adalah mengenal atau mengetahui lebih jauh maksud makrifat adalah dekat dengan Allah swt, dengan mengenal secara mendalam akan sifat-sifatNya disertai dengan perasaan iman yang utuh.

Dalam ibadahnya seorang hamba yang sudah berada pada tingkatan makrifat kepada Allah sebagaimana pengertian di atas, maka dia akan benar-benar mampu mengenal Allah dengan menggunakan bashirahnya (matahati)

Makrifat bagi seorang hamba diperlukan dalam beribadah dan beramal sebab dengan demikian dia akan sampai kepada tingkatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan haqqul Yaqiin.

Mengingat bahwa mengerti Allah itu ada, adalah menjadi kewajiban bagi seorang hamba, dan dengan demikian dia baru berada dalam tingkatan ilmul yaqin.

Kemudian setelah seorang hamba mengenal Allah dengan baik menurut ilmu Allah, maka dia telah berada pada tingkatan ainul yaqin, lalu pada saat pengenalannya terhadap Allah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dalam tingkatan makrifat, maka dengan demikian dia telah berada pada tingkatan haqqul yaqin.

Makrifat kepada Allah dalam tiga tingkatan ini adalah merupakan tugas yang harus dimiliki oleh seorang hamba dan dari waktu ke waktu dalam menyempurnakan iman serta ibadahnya kepada Allah swt.

Kedudukan makrifat tidak boleh bertentangan dengan syariat yang bersumber kepada Al-Qur'an dan sunnah, seorang hamba yang telah berada pada tingkatan makrifat bukan berarti dia boleh mengurangi ibadah dan amalnya, justru seorang hamba yang telah berada pada tingkatan makrifat semakin tinggi semangat ibadahnya dan semakin sempurna amalnya.

Seorang hamba yang saleh dan sempurna kemakrifatannya adalah orang yang kokoh imannya serta tekun ibadahnya, sebab antara iman dan amal saleh dalam agama islam tidak dapat di pisahkan. hal ini relevan dengan firman Allah swt:

"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya".
(QS at-tin: 6)

Makrifat kepada Allah swt (menurut akidah dan syariat) hendaklah berdasarkan iman dan amal saleh, Sekalipun pahala bagi seorang hamba yang makrifat bukan tujuan utama, karena yang menjadi tujuan utama yang hendak dicapai adalah ridha Allah sebagai anugerah yang sangat berharga.

Wallahu a’lam bis-shawab 
Continue reading →

Tuesday, November 7, 2017

PERJALANAN DARI MAKRIFAT KE HAKEKAT
Unknown

PERJALANAN DARI MAKRIFAT KE HAKEKAT



Kehendak yang kuat mencapai makrifat tidak berarti hanya sampai kepada apa yang telah dikasyafkan (dibukakan) oleh Allah kepadanya, melainkan dia akan mendengar panggilan dari suara yang hakiki, suara itu memanggilnya: yang engkau cari sekarang ada di hadapanmu, dan tidak tampak olehnya wujud alam lahiriah selain hakikat dari alam itu, lalu alam itu menegurnya; Ketahuilah sesungguhnya kami ini cobaan, karena itu janganlah engkau kufur (terpedaya oleh kami)
==>{Syekh Ahmad bin Muhammad Athaillah}<==

Perjalanan menuju Allah
Bagi hamba yang tekun beribadah adalah perjalanan yang panjang, bagi orang yang makrifat kepada Allah swt, bukanlah semata-mata telah menjalankan ibadah secara teratur, namun memerlukan kemampuan rohaniyah yang tinggi dan luar biasa untuk sampai kepada tingkatan makrifat atau tingkat ihsan.

Oleh karena itu, seorang hamba yang telah mencapai tingkatan makrifat memerlukan kewaspadaan yang tinggi, supaya tidak terkecoh oleh pandangan lahiriyah yang semu dan segala tingkah laku ibadah (kegiatan spiritual) yang membawa fitnah.

Tingkatan makrifat itu memang memiliki tingkatan-tingkatan, oleh karena itu dalam mencapai tingkatan makrifat jangan sampai seorang hamba berhenti pada satu tingkatan saja, sebab telah merasa cukup berda pada tingkatan makrifat itu.

Mengingat berhentinya seorang hamba pada satu tingkatan makrifat atau perpindahan dari satu tingkat ketingkat lainnya, akan berhadapan dengan cobaan yang sangat berat dan sangat rahasia.
Lantaran untuk mencapai hakikat dengan melalui makrifat seorang hamba tidak boleh berhenti pada tingkatan tertentu.

Sebenarnya pada waktu seorang hamba yang telah berada pada tingkatan makrifat itu berhenti, maka akan terdengar olehnya seruan halus "jangan engkau berhenti", janganlah engkau berhenti, bukan itu yang engkau inginkan, tujuanmu berada di depanmu, maka janganlah engkau berhenti, apabila engkau belum sampai pada tingkatan hakikat yang engkau cari.

Selain suara halus yang didengarnya, maka ditampakkan pula pada penglihatannya tentang keindahan ciptaan Allah swt, yang beraneka ragam (sebagaimana alam semesta dan makhluk).

Penglihatan duniawi yang sangat mengagumkan, dan orang yang menyaksikannya terkagum-kagum oleh pemandangan tersebut, Penglihatan yang dialami oleh si hamba yang telah memiliki level makrifat akan sangat berpengaruh.

Dia akan melihat isi dunia dan rahasianya sebagai sesuatu yang sangat hebat dalam bentuk spiritual, di dunia ini ada kebesaran, ada rezeki, ada pertunjukan (yang dengan peristiwa itu orang tunduk dan patuh), ada juga manusia yang mampu berjalan diatas air, dan ada orang yang memiliki kemampuan yang luar biasa, dia dapat mengetahui apa yang akan terjadi, atau peristiwa yang luar biasa.

Pada saat si hamba ingin berhenti karena terpengaruh batinnya, maka terdengar seruan halus (hatif) yang masuk ke dalam dinding hatinya:

"jangan, jangan engkau berhenti sampai disitu, semua pandanganmu adalah fitnah, yang menipumu akan membuatmu licik (tentu dari setan), perjalananmu masih panjang, apa yang engkau inginkan masih jauh di depanmu, jalan terus!".

Sebetulnya suara halus (hatif) itu bersal dari semua yang dia saksikan, kemudian suara itu kembali bergema:

"Janganlah engkau ikut aku, sesungguhnya aku adalah fitnah bagi dirimu"

Andaikata seorang hamba yang telah memiliki level makrifat tertipu oleh penglihatannya sendiri, lalu dia terjatuh ke dalam peristiwa yang disaksikannya, maka turunlah martabat makrifat ketingkat yang lebih rendah, atau sama sekali jatuh, dan berada pada tingkatan yang paling bawah.

Syeikh Abu Hasan Al-Syadzili mengingatkan pada semua hamba yang berjalan pada tingkatan makrifat menuju hakekat:

1. Jagalah pergaulan, supaya tidak membawa dampak terhadap rusaknya makrifatmu terhadap Allah SWT.

2. Bergaullah dengan orang-orang shaleh dan orang-orang yang benar (sadiqin) supaya makrifatmu terjaga kesuciannya.

3. Jagalah hubunganmu dengan Allah Swt. dengan melalui petunjuk yang benar (hak) dan berpijak pada wahyu Allah Swt, yaitu Al-Qur'an dan sunnah Nabi.

4. Palingkan wajahmu dari pengaruh dunia yang berlebihan, namun janganlah engkau abaikan bagian yang dapat diambil manfaatnya untuk menghambakan diri (beribadah) kepada Allah swt.

5. Jauhilah musuh yang bertujuan mempengaruhimu dan menjerumuskanmu, terutama yang dilakukan secara halus.

6. Hindarkanlah diri dari pengaruh manusia dan berlakulah zuhud dari hiruk-pikuk dunia, serta teguhkanlah pendirianmu bersama Allah Swt, dengan tetap melakukan muraqabah serta terus menerus bertaubat dalam keadaan waspada dan membaca istighfar, kemudian teguhkanlah dirimu dengan berpegang kepada hukum-hukum Allah.

Wallahu a’lam bis-shawab 
Continue reading →

Wednesday, November 1, 2017

Kesetiaan imam Al-Ghazali kepada gurunya
Unknown

Kesetiaan imam Al-Ghazali kepada gurunya




A. Sejarah Hidup Biografi Imam Al-Ghazali

1. Tempat Kelahiran Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Ghazali, yang terkenal dengan hujjatul Islam (argumentator islam) karena jasanya yang besar di dalam menjaga islam dari pengaruh ajaran bid’ah dan aliran rasionalisme yunani. 

Beliau lahir pada tahun 450 H, bertepatan dengan 1059 M di Ghazalah suatu kota kecil yang terlelak di Thus wilayah Khurasah yang waktu itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia islam.

Beliau dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana, ayahnya adalah seorang pengrajin wol sekaligus sebagai pedagang hasil tenunannya, dan taat beragama, mempunyai semangat keagamaan yang tinggi, seperti terlihat pada simpatiknya kepada ‘ulama dan mengharapkan anaknya menjadi ‘ulama yang selalu memberi nasehat kepada umat.

Itulah sebabnya, ayahnya sebelum wafat menitipkan anaknya (imam al-Ghazali) dan saudarnya (Ahmad), ketika itu masih kecil dititipkan pada teman ayahnya, seorang ahli tasawuf untuk mendapatkan bimbingan dan didikan.

Meskipun dibesarkan dalam keadaan keluarga yang sederhana tidak menjadikan beliau merasa rendah atau malas, justru beliau semangat dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, dikemudian beliau menjelma menjadi seorang ‘ulama besar dan seorang sufi. Dan diperkirakan imam Ghazali hidup dalam kesederhanaan sebagai seorang sufi sampai usia 15 tahun (450-456)

2. Pendidikan dan Perjalanan Mencari Ilmu
Perjalanan imam Ghazali dalam memulai pendidikannya di wilayah kelahirannya. Kepada ayahnya beliau belajar Al-qur’an dan dasar-dasar ilmu keagamaan ynag lain, di lanjutkan di Thus dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Setelah beliau belajar pada teman ayahnya (seorang ahli tasawuf), ketika beliau tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan keduanya, beliau mengajarkan mereka masuk ke sekolah untuk memperoleh selain ilmu pengetahuan. 

Beliau mempelajari pokok islam (al-qur’an dan sunnah nabi).Diantara kitab-kitab hadist yang beliau pelajari, antara lain :

a. Shahih Bukhori, beliau belajar dari Abu Sahl Muhammad bin Abdullah Al Hafshi
b. Sunan Abi Daud, beliau belajar dari Al Hakim Abu Al Fath Al Hakimi
c. Maulid An Nabi, beliau belajar pada dari Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Khawani
d. Shahih Al Bukhari dan Shahih Al Muslim, beliau belajar dari Abu Al Fatyan ‘Umar Al Ru’asai.

Begitu pula diantarnya bidang-bidang ilmu yang di kuasai imam al-Ghazli (ushul al din) ushul fiqh, mantiq, flsafat, dan tasawuf. 

Santunan kehidupan sebagaimana lazimnya waktu beliau untuk belajar fiqh pada imam Kharamain, beliau dalam belajar bersungguh-sungguh sampai mahir dalam madzhab, khilaf (perbedaan pendapat), perdebatan, mantik, membaca hikmah, dan falsafah, imam Kharamain menyikapinya sebagai lautan yang luas.

Setelah imam kharamain wafat kemudian beliau pergi ke Baghdad dan mengajar di Nizhamiyah. Beliau mengarang tentang madzhab kitab al-basith, al- wasith, al-wajiz, dan al- khulashoh. Dalam ushul fiqih beliau mengarang kitab al-mustasfa, kitab al- mankhul, bidayatul hidayah, al-ma’lud filkhilafiyah, syifaal alil fi bayani masa ilit dan kitab-kitab lain dalam berbagai fan.

Antara tahun 465-470 H. imam Al-Ghazali belajar fiqih dan ilmu-ilmu dasar yang lain dari Ahmad Al- Radzaski di Thus, dan dari Abu Nasral Ismailli di Jurjan. Setelah imam al-Ghazali kembali ke Thus, dan selama 3 tahun di tempat kelahirannya, beliau mengaji ulang pelajaran di Jurjan sambil belajar tasawuf kekpada Yusuf Al Nassaj (w-487 H). pada tahun itu imam Al-Ghazali berkenalan dengan al-Juwaini dan memperoleh ilmu kalam dan mantiq. Menurut Abdul Ghofur itu Ismail Al- Farisi, imam al-Ghozali menjadi pembahas paling pintar di zamanya. Imam Haramain merasa bangga dengan pretasi muridnya.

Walaupun kemashuran telah diraih imam al Ghazali beliau tetap setia terhadap gurunya sampai dengan wafatnya pada tahun 478 H. sebelum al Juwani wafat, beliau memperkenalkan imam al Ghazali kepada Nidzham Al Mulk, perdana mentri sultan Saljuk Malik Syah, Nidzham adalah pendiri madrasah al nidzhamiyah. Di Naisabur ini imam al Ghazali sempat belajar tasawuf kepada Abu Ali Al Faldl Ibn Muhammad Ibn Ali Al Farmadi (w.477 H/1084 M).

Setelah gurunya wafat, al Ghazali meninggalkan Naisabur menuju negri Askar untuk berjumpa dengan Nidzham al Mulk. Di daerah ini beliau mendapat kehormatan untuk berdebat dengan ‘ulama. Dari perdebatan yang dimenengkan ini, namanya semakin populer dan disegani karena keluasan ilmunya. Pada tahun 484 H/1091 M, imam al Ghazali diangkat menjadi guru besar di madrasah Nidzhamiyah, ini dijelaskan salam bukunya al mungkiz min dahalal. 

Selama megajar di madrasah dengan tekunnya imam al Ghozali mendalami filsafat secara otodidak, terutama pemikiran al Farabi, Ibn Sina Ibn miskawih dan Ikhwan Al Shafa. Penguasaanya terhadap filsafat terbukti dalam karyanya seperti al maqasid falsafah tuhaful al falasiyah.

Pada tahun 488 H/1095 M, imam al Ghazali dilanda keraguan (skeptis) terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya (hukum teologi dan filsafat). Keraguan pekerjaanya dan karya-karya yang dihasilkannya, sehingga beliau menderita penyakit selama dua bulan dan sulit diobati. Karena itu, imam al Ghazali tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai guru besar di madrasah nidzhamiyah, yang akhirnya beliau meninggalkan Baghdad menuju kota Damaskus, selama kira-kira dua tahun imam al Ghazali di kota Damaskus beliau melakukan uzlah, riyadah, dan mujahadah. Kemudian beliau pihdah ke Bait al Maqdis Palestina untuk melakukan ibadah serupa. Sektelah itu tergerak hatinya untuk menunaikan ibadah haji dan menziarohi maqom Rosulullah Saw.

Sepulang dari tanah suci, imam al Ghazali mengunjungi kota kelahirannya di Thus, disinilah beliau tetap berkhalwat dalam keadaan skeptis sampai berlangsung selama 10 tahun. Pada periode itulah beliau menulis karyanya yang terkenal ” ihya’ ‘ulumuddin al-din” the revival of the religious ( menghidupkan kembali ilmu agama).

Karena disebabkan desakan pada madrasah nidzhamiyah di Naisabur tetapi berselang selam dua tahun. Kemudian beliau madrasah bagi para fuqoha dan jawiyah atau khanaqoh untuk para mustafifah. Di kota inilah (Thus) beliau wafat pada tahun 505 H / 1 desember 1111 M.

Abul Fajar al-Jauzi dalam kitabnya al asabat ‘inda amanat mengatakn, Ahmad saudaranya imam al Ghazali berkata pada waktu shubuh, Abu Hamid berwudhu dan melakukan sholat, kemudian beliau berkata : Ambillah kain kafan untukku kemudian ia mengambil dan menciumnya lalu meletakkan diatas kedua matanya, beliau berkata ” Aku mendengar dan taat untuk menemui Al Malik kemudian menjulurkan kakinya dan menghadap kiblat. Imam al Ghazali yag bergelar hujjatul islam itu meninggal dunia menjelang matahari terbit di kota kelahirannya (Thus) pada hari senin 14 Jumadil Akir 505 H (1111 M). Imam al Ghazali dimakamkan di Zhahir al Tabiran, ibu kota Thus.

B. Guru dan Panutan Imam Al-Ghazali
Imam al Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai banyak guru, diantaranya guru-guru imam Al Ghazali sebagai berikut :

1. Abu Sahl Muhammad Ibn Abdullah Al Hafsi, beliau mengajar imam Al Ghozali dengan kitab shohih bukhori.
2. Abul Fath Al Hakimi At Thusi, beliau mengajar imam Al Ghozali dengan kitab sunan abi daud.
3. Abdullah Muhammad Bin Ahmad Al Khawari, beliau mengajar imam Ghazali dengan kitab maulid an nabi.
4. Abu Al Fatyan ‘Umar Al Ru’asi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengan kitab shohih Bukhori dan shohih Muslim.

Dengan demikian guru-guru imam Al Ghazali tidak hanya mengajar dalam bidang tasawuf saja, akan tetapi beliau juga mempunyai guru-guru dalam bidang lainnya, bahkan kebanyakan guru-guru beliau dalam bidang hadist.

C. Murid-Murid Imam Al-Ghazali
Imam Al Ghazali mempunyai banyak murid, karena beliau mengajar di madrasah nidzhamiyah di Naisabur, diantara murid-murid beliau adalah :

1. Abu Thahir Ibrahim Ibn Muthahir Al- Syebbak Al Jurjani (w.513 H).
2. Abu Fath Ahmad Bin Ali Bin Muhammad Bin Burhan (474-518 H), semula beliau bermadzhab Hambali, kemudian setelah beliau belajar kepada imam Ghazali, beliau bermadzhab Syafi’i. Diantara karya-karya beliau al ausath, al wajiz, dan al wushul.
3. Abu Thalib, Abdul Karim Bin Ali Bin Abi Tholib Al Razi (w.522 H), beliau mampu menghafal kitab ihya’ ‘ulumuddin karya imam Ghazali. Disamping itu beliau juga mempelajari fiqh kepada imam Al Ghazali.
4. Abu Hasan Al Jamal Al Islam, Ali Bin Musalem Bin Muhammad Assalami (w.541 H). Karyanya ahkam al khanatsi.
5. Abu Mansur Said Bin Muhammad Umar (462-539 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali sehingga menjadi ‘ulama besar di Baghdad.
6. Abu Al Hasan Sa’ad Al Khaer Bin Muhammad Bin Sahl Al Anshari Al Maghribi Al Andalusi (w.541 H). beliau belajar fiqh pada imam Ghozali di Baghdad.
7. Abu Said Muhammad Bin Yahya Bin Mansur Al Naisabur (476-584 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali, diantara karya-karya beliau adalah al mukhit fi sarh al wasith fi masail, al khilaf.
8. Abu Abdullah Al Husain Bin Hasr Bin Muhammad (466-552 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali. Diantar karya-karya beliau adalah minhaj al tauhid dan tahrim al ghibah.

Dengan demikian imam al ghozali memiliki banyak murid. Diantara murid–murid beliau kebanyakan belajar fiqh. Bahkan diantara murid- murid beliau menjadi ulama besar dan pandai mengarang kitab.

D. Karya-karya
Imam Al Ghozali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, kalau karya imam Al Ghazali diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :

1. Maqhasid al falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama dan berisi masalah-masalah filsafah.
2. Tahaful al falasifah (kekacauan pikiran para filusifi) buku ini dikarang sewaktu berada di Baghdad di kala jiwanya di landa keragu-raguan. Dalam buku ini Al Ghazali mengancam filsafat dan para filusuf dengan keras.
3. Mi’yar al-‘ilmi/miyar almi (kriteria ilmu-ilmu).
4. Ihya’ ulumuddin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini merupakan karyanya yang terbesar selama beberapa tahun ,dalam keadaan berpindah-pindah antara Damakus, Yerusalem, Hijaz, Dan Thus yang berisi panduan fiqih, tasawuf dan filsafat.
5. Al munqiz min al dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan sejarah perkembangan alam pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam ilmu serta jalan mencapai tuhan.
6. Al-ma’arif al-aqliyah (pengetahuan yang nasional)
7. Miskyat al anwar (lampu yang bersinar), kitab ini berisi pembahasan tentang akhlak dan tasawuf.
8. Minhaj al abidin (jalan mengabdikan diri terhadap tuhan).
9. Al iqtishad fi al i’tiqod (moderisasi dalam aqidah).
10. Ayyuha al walad.
11. Al musytasyfa
12. Ilham al –awwam an ‘ilmal kalam.
13. Mizan al amal.
14. Akhlak al abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan kesalamatan dari kejahatan).
15. Assrar ilmu addin (rahasia ilmu agama).
16. Al washit (yang pertengahan) .
17. Al wajiz (yang ringkas).
18. Az-zariyah ilaa’ makarim asy syahi’ah (jalan menuju syariat yang mulia)
19. Al hibr al masbuq fi nashihoh al mutuk (barang logam mulia uraian tentang nasehat kepada para raja).
20. Al mankhul minta’liqoh al ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda ushul fiqih).
21. Syifa al qolil fibayan alsyaban wa al mukhil wa masalik at ta’wil (obat orang dengki penjelasan tentang hal-hal samar serta cara-cara penglihatan).
22. Tarbiyatul aulad fi islam (pendidikan anak di dalam islam)
23. Tahzib al ushul (elaborasi terhadap ilmu ushul fiqiha).
24. Al ikhtishos fi al ‘itishod (kesederhanaan dalam beri’tiqod).
25. Yaaqut at ta’wil (permata ta’wil dalam menafsirkan al qur’an).

KESETIAAN IMAM AL-GHAZALI KEPADA GURUNYA
Walupun kemashuran telah diraih imam al-ghazali beliau tetap setia terhadap gurunya dan tidak meninggalkannya sampai dengan wafatnya pada tahun 478 H. sebelum al-Juwami wafat, beliau memperkenalkan imam al-Ghazali kepada Nidham Al Mulk, perdana mentri sulatan Saljuk Malik Syah, Nidham adalah pendiri madrasah al- nidzamiyah. Di Nashabur ini imam al Ghazali sempat belajar tasawuf kepada Abu Ali Al Fadl Ibn Muhammad Ibn Ali Al Farmadi (w. 477 H/1084 M).

Setelah gurunya wafat, Al Ghazali meninggalkan Naisabur menuju negri Askar untuk berjumpa dengan Nidzham Al Mulk. Di daerah ini beliau mendapat kehormatan untuk berdebat dengan para ‘ulama. Dari perdebatan yang dimenangkan ini, namanya semakin populer dan desegani karena keluasan ilmunya. Pada tahun 484 H/1091 M, imam al-Ghazali diangkat menjadi guru besar di madrasah Nidhzamiyah, ini dijelaskan dalam bukunya al mungkiz min al dahalal. 

Selama mengajar di madrasah dengan tekunnya imam al Ghazali mendalami filsafat secara otodidak, terutama pemikiran al Farabi, Ibn Sina Ibn Miskawih dan Ikhwan Al Shafa.penguasaanya terhadap filsafat terbukti dalam karyanya seperti Falsafah Tuhfatul Al Falasifah.

Pada tahun 488 H / 1095 M, imam al Ghazali dilanda keraguan(ekeptis) trhadap ilmu-ilmu yang dipelajari(hukum teologi dan filsafat). Keraguan pekerjaannya dan karya-karya yang dihasilkannya, sehungga beliau menderita penyakit selama dua bulan.

Al-Ghazali; Pencari Ketenangan Jiwa Sejati
Pada masa pemerintahan Bani Saljuq, Universitas Baghdad dan Universitas Naishabur merupakan perguruan tinggi terkemuka. Dari kedua perguruan tinggi ini tercetak lulusan yang berintelektual tinggi. Tak heran, kedua universitas ini merupakan dambaan setiap orang untuk menimba ilmu di dalamnya.

Semasa Abu Ma’ali, Imam al-Haramain menjabat Rektor dan Guru Besar Universtias Naishabur (400 – 478 H), ratusan ribu mahasiswa giat menghadiri kuliah-kuliahnya. Para mahasiswa itu mencatat dan menghafal yang diajarkan Abu Ma’ali dan Imam al-Haramain. Di antara ratusan ribu mahasiswa tersebut muncul tiga mahasiswa yang betul-betul cemerlang dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Mereka adalah Muhammad al-Ghazali, Kiahsari, dan Ahmad bin Muhammad al-Khawwafi.

Bahkan Imam al-Haramain pernah menjuluki ketiganya dengan sebutan, ”Al-Ghazali adalah samudera yang bergelombang, Kiahsari singa pemburu, dan Al-Khawwafi api yang membakar.” Ucapan Imam al-Haramain tentang ketiga orang itu menjadi buah bibir di hampir setiap mahasiswa. Dari ketiga orang itu, al-Ghazali-lah yang lebih menonjol. Ialah yang menjadi bintang dan buah hati sivitas akademika Universitas Naishabur.

Sepeninggal Imam al-Haramain (wafat pada 478 H), tidak ada orang yang sejajar di negeri itu. Al-Ghazali memutuskan untuk pergi mengunjungi Wazir Saljuq yang arif, Khawajeh Nizamul Mulk, yang senantiasa dikelilingi oleh cendekiawan-cendekiawan dan orang yang berwibawa. Di sini al-Ghazali mendapatkan sambutan dan penghargaan yang serupa. Dalam acara-acara diskusi dan mubahatsah (dialog) ia senantiasa mengungguli lawan-lawannya.

Dengan mengandalkan kemampuan intelektual dan kepandaiannya dalam memecahkan berbagai masalah, akhirnya pada 484 H, dengan penuh keagungan dan sambutan yang hangat, al-Ghazali diangkat menjadi Rektor Universitas Baghdad. Berarti al-Ghazali telah memegang suatu jabatan akademis dan ruhani yang paling tinggi di zamannya.

Meski kini al-Ghazali sudah menduduki kedudukan yang terhormat, guncangan jiwa yang ia rasakan sebelumnya bertambah terasa menekan. Kedudukan dan seluruh keagungan yang didapatnya itu justru menyulut tekanan perasaannya. Selama masa studi, al-Ghazali selalu mencari “sesuatu” untuk dirinya: keyakinan, ketenangan, dan thuma’ninah an-nafs. Popularitas dan kebesar yang diraihnya tidak dapat mengobati “luka” batinnya itu.

Dalam posisi dunianya yang paling tinggi itu dirasa mengotori dirinya dalam mencapai hakikat kebenaran yang sejati sekaligus mengobati lukanya itu. Ia menyadari, dengan argumentasi dan diskusi-diskusi, dahaga ruhnya kian mencekik tidak akan terpuasi. Ia tahu, dengan belajar dan mengajar, riset dan diskusi, tidak akan memadai. Perlu sekali melakukan sair dan suluk (perjalanan mencari dan mengenal Rububiah Allah dan ubudiah hamba), berusaha membersihkan ruh dari sifat-sifat tercela dan menghiasi dengan sifat-sifat terpuji dan takwa kepada Allah SwT.

Al-Ghazali berkata kepada dirinya, bahwa arak, apabila namanya saja, tidak akan mengakibatkan mabuk; roti, apabila hanya namanya, tidak akan memberi rasa kenyang; dan obat, apabila hanya nama, tidak akan memberikan kesembuhan; begitu pula diskusi tentang hakikat, kebenaran, dan kebahagiaan, juga tidak akan memberikan ketenangan, keyakinan, dan tuma’ninah an-nafs (ketenangan jiwa). Menurutnya, untuk mencapai hakikat, harus suci dan ikhlas; dan ini tidak bisa dicapai dengan cinta dunia, ketenaran, dan pangkat. Goncangan itu terus bergejolak dalam diri al-Ghazali.

Selama enam bulan penyakit itu dideritanya bagaikan tumor yang ganas, hingga sampai mengganggu tidur dan makannya. Mulut al-Ghazali tidak mau lagi berbicara dan berdiskusi. Akhirnya ia menderita sakit maag. Para dokter mengatakan, al-Ghazali mengalami gangguan jiwa.

Al-Ghazali memohon kepada Allah SwT membantunya melepaskan diri dari derita itu. Hingga sampai suatu saat ia merasa bahwa segala kebesaran dan keagungannya menjadi sangat tidak berarti apa-apa di hadapan Allah SwT.

Dengan alasan pergi ke Makkah, al-Ghazali meninggalkan kota Baghdad. Setibanya di suatu tempat, dan orang yang mengantarnya sudah kembali lagi, al-Ghazali mengubah haluannya ke arah Syam dan Baitul Maqdis. Ditanggalkan jubah kebesarannya agar tidak dikenal dan diganggu orang dalam menelusuri perjalanannya.

Lama sekali ia menyelami samudera Siar dan Suluk hingga tercapailah apa yang diidam-idamkannya, Al-yaqin dan tuma’ninah an-nafs, keyakinan dan ketenangan jiwa. Sepuluh tahun ia tenggelam dalam tafakur, kahlwat, dan riyadhah, dalam ibadahnya kepada Allah SwT.


Wallahu a’lam bis-shawab 

Continue reading →