Menu
Propellerads

Thursday, November 23, 2017

PENGERTIAN MAKRIFAT SECARA ETIMOLOGIS
Unknown

PENGERTIAN MAKRIFAT SECARA ETIMOLOGIS



"Apabila jalan makrifat telah dibukakan untukmu, maka janganlah engkau pedulikan amalmu yang hanya sedikit, karena Dia tidak akan menyingkapkannya untukmu, melainkan Dialah yang memperkenalkan diriNya kepadamu, tidakkah engkau mengetahui bahwa Dialah yang menganugerahkan makrifat kepadamu, sedangkan engkau mempersembahkan amal-amal kepadaNya, dan apalah artinya yang engkau persembahkan kepadaNya dibanding dengan apa yang dianugerahkanNya kepadamu.
==>{Syekh Ahmad bin Muhammad Athaillah}<==

Makrifat kepada Allah swt, adalah tujuan yang hendak dicapai oleh seorang hamba, dan merupakan cita-cita yang didambakan, oleh karena itu seorang hamba yang sedang menghadap Allah swt, lantaran telah dibukakan pintu makrifat baginya, maka ia akan mendapatkan ketenangan dalam makrifat itu, karena di dalamnya akan ditemukan kenikmatan rohani yang berlimpah-limpah.

Di sisi lain akan menimbulkan motivasi kepadanya untuk memperbanyak amal ibadah, hal ini karena begitu banyak anugerah serta keutamaan yang diberikan Allah kepadanya.

Dengan makrifat itu seorang hamba akan semakin dekat kepada Allah swt, lantaran dia mampu memandang Allah swt dengan makrifatnya itu, sedangkan maksudnya makrifat adalah kemampuan seorang hamba dengan bashirahnya matahatinya.

Seorang hamba yang dekat kepada Allah dia akan mampu mengenal Allah dengan baik, karena pengertian makrifat secara etimologis adalah mengenal atau mengetahui lebih jauh maksud makrifat adalah dekat dengan Allah swt, dengan mengenal secara mendalam akan sifat-sifatNya disertai dengan perasaan iman yang utuh.

Dalam ibadahnya seorang hamba yang sudah berada pada tingkatan makrifat kepada Allah sebagaimana pengertian di atas, maka dia akan benar-benar mampu mengenal Allah dengan menggunakan bashirahnya (matahati)

Makrifat bagi seorang hamba diperlukan dalam beribadah dan beramal sebab dengan demikian dia akan sampai kepada tingkatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan haqqul Yaqiin.

Mengingat bahwa mengerti Allah itu ada, adalah menjadi kewajiban bagi seorang hamba, dan dengan demikian dia baru berada dalam tingkatan ilmul yaqin.

Kemudian setelah seorang hamba mengenal Allah dengan baik menurut ilmu Allah, maka dia telah berada pada tingkatan ainul yaqin, lalu pada saat pengenalannya terhadap Allah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dalam tingkatan makrifat, maka dengan demikian dia telah berada pada tingkatan haqqul yaqin.

Makrifat kepada Allah dalam tiga tingkatan ini adalah merupakan tugas yang harus dimiliki oleh seorang hamba dan dari waktu ke waktu dalam menyempurnakan iman serta ibadahnya kepada Allah swt.

Kedudukan makrifat tidak boleh bertentangan dengan syariat yang bersumber kepada Al-Qur'an dan sunnah, seorang hamba yang telah berada pada tingkatan makrifat bukan berarti dia boleh mengurangi ibadah dan amalnya, justru seorang hamba yang telah berada pada tingkatan makrifat semakin tinggi semangat ibadahnya dan semakin sempurna amalnya.

Seorang hamba yang saleh dan sempurna kemakrifatannya adalah orang yang kokoh imannya serta tekun ibadahnya, sebab antara iman dan amal saleh dalam agama islam tidak dapat di pisahkan. hal ini relevan dengan firman Allah swt:

"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya".
(QS at-tin: 6)

Makrifat kepada Allah swt (menurut akidah dan syariat) hendaklah berdasarkan iman dan amal saleh, Sekalipun pahala bagi seorang hamba yang makrifat bukan tujuan utama, karena yang menjadi tujuan utama yang hendak dicapai adalah ridha Allah sebagai anugerah yang sangat berharga.

Wallahu a’lam bis-shawab 
Continue reading →

Tuesday, November 7, 2017

PERJALANAN DARI MAKRIFAT KE HAKEKAT
Unknown

PERJALANAN DARI MAKRIFAT KE HAKEKAT



Kehendak yang kuat mencapai makrifat tidak berarti hanya sampai kepada apa yang telah dikasyafkan (dibukakan) oleh Allah kepadanya, melainkan dia akan mendengar panggilan dari suara yang hakiki, suara itu memanggilnya: yang engkau cari sekarang ada di hadapanmu, dan tidak tampak olehnya wujud alam lahiriah selain hakikat dari alam itu, lalu alam itu menegurnya; Ketahuilah sesungguhnya kami ini cobaan, karena itu janganlah engkau kufur (terpedaya oleh kami)
==>{Syekh Ahmad bin Muhammad Athaillah}<==

Perjalanan menuju Allah
Bagi hamba yang tekun beribadah adalah perjalanan yang panjang, bagi orang yang makrifat kepada Allah swt, bukanlah semata-mata telah menjalankan ibadah secara teratur, namun memerlukan kemampuan rohaniyah yang tinggi dan luar biasa untuk sampai kepada tingkatan makrifat atau tingkat ihsan.

Oleh karena itu, seorang hamba yang telah mencapai tingkatan makrifat memerlukan kewaspadaan yang tinggi, supaya tidak terkecoh oleh pandangan lahiriyah yang semu dan segala tingkah laku ibadah (kegiatan spiritual) yang membawa fitnah.

Tingkatan makrifat itu memang memiliki tingkatan-tingkatan, oleh karena itu dalam mencapai tingkatan makrifat jangan sampai seorang hamba berhenti pada satu tingkatan saja, sebab telah merasa cukup berda pada tingkatan makrifat itu.

Mengingat berhentinya seorang hamba pada satu tingkatan makrifat atau perpindahan dari satu tingkat ketingkat lainnya, akan berhadapan dengan cobaan yang sangat berat dan sangat rahasia.
Lantaran untuk mencapai hakikat dengan melalui makrifat seorang hamba tidak boleh berhenti pada tingkatan tertentu.

Sebenarnya pada waktu seorang hamba yang telah berada pada tingkatan makrifat itu berhenti, maka akan terdengar olehnya seruan halus "jangan engkau berhenti", janganlah engkau berhenti, bukan itu yang engkau inginkan, tujuanmu berada di depanmu, maka janganlah engkau berhenti, apabila engkau belum sampai pada tingkatan hakikat yang engkau cari.

Selain suara halus yang didengarnya, maka ditampakkan pula pada penglihatannya tentang keindahan ciptaan Allah swt, yang beraneka ragam (sebagaimana alam semesta dan makhluk).

Penglihatan duniawi yang sangat mengagumkan, dan orang yang menyaksikannya terkagum-kagum oleh pemandangan tersebut, Penglihatan yang dialami oleh si hamba yang telah memiliki level makrifat akan sangat berpengaruh.

Dia akan melihat isi dunia dan rahasianya sebagai sesuatu yang sangat hebat dalam bentuk spiritual, di dunia ini ada kebesaran, ada rezeki, ada pertunjukan (yang dengan peristiwa itu orang tunduk dan patuh), ada juga manusia yang mampu berjalan diatas air, dan ada orang yang memiliki kemampuan yang luar biasa, dia dapat mengetahui apa yang akan terjadi, atau peristiwa yang luar biasa.

Pada saat si hamba ingin berhenti karena terpengaruh batinnya, maka terdengar seruan halus (hatif) yang masuk ke dalam dinding hatinya:

"jangan, jangan engkau berhenti sampai disitu, semua pandanganmu adalah fitnah, yang menipumu akan membuatmu licik (tentu dari setan), perjalananmu masih panjang, apa yang engkau inginkan masih jauh di depanmu, jalan terus!".

Sebetulnya suara halus (hatif) itu bersal dari semua yang dia saksikan, kemudian suara itu kembali bergema:

"Janganlah engkau ikut aku, sesungguhnya aku adalah fitnah bagi dirimu"

Andaikata seorang hamba yang telah memiliki level makrifat tertipu oleh penglihatannya sendiri, lalu dia terjatuh ke dalam peristiwa yang disaksikannya, maka turunlah martabat makrifat ketingkat yang lebih rendah, atau sama sekali jatuh, dan berada pada tingkatan yang paling bawah.

Syeikh Abu Hasan Al-Syadzili mengingatkan pada semua hamba yang berjalan pada tingkatan makrifat menuju hakekat:

1. Jagalah pergaulan, supaya tidak membawa dampak terhadap rusaknya makrifatmu terhadap Allah SWT.

2. Bergaullah dengan orang-orang shaleh dan orang-orang yang benar (sadiqin) supaya makrifatmu terjaga kesuciannya.

3. Jagalah hubunganmu dengan Allah Swt. dengan melalui petunjuk yang benar (hak) dan berpijak pada wahyu Allah Swt, yaitu Al-Qur'an dan sunnah Nabi.

4. Palingkan wajahmu dari pengaruh dunia yang berlebihan, namun janganlah engkau abaikan bagian yang dapat diambil manfaatnya untuk menghambakan diri (beribadah) kepada Allah swt.

5. Jauhilah musuh yang bertujuan mempengaruhimu dan menjerumuskanmu, terutama yang dilakukan secara halus.

6. Hindarkanlah diri dari pengaruh manusia dan berlakulah zuhud dari hiruk-pikuk dunia, serta teguhkanlah pendirianmu bersama Allah Swt, dengan tetap melakukan muraqabah serta terus menerus bertaubat dalam keadaan waspada dan membaca istighfar, kemudian teguhkanlah dirimu dengan berpegang kepada hukum-hukum Allah.

Wallahu a’lam bis-shawab 
Continue reading →

Wednesday, November 1, 2017

Kesetiaan imam Al-Ghazali kepada gurunya
Unknown

Kesetiaan imam Al-Ghazali kepada gurunya




A. Sejarah Hidup Biografi Imam Al-Ghazali

1. Tempat Kelahiran Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Al-Ghazali, yang terkenal dengan hujjatul Islam (argumentator islam) karena jasanya yang besar di dalam menjaga islam dari pengaruh ajaran bid’ah dan aliran rasionalisme yunani. 

Beliau lahir pada tahun 450 H, bertepatan dengan 1059 M di Ghazalah suatu kota kecil yang terlelak di Thus wilayah Khurasah yang waktu itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia islam.

Beliau dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana, ayahnya adalah seorang pengrajin wol sekaligus sebagai pedagang hasil tenunannya, dan taat beragama, mempunyai semangat keagamaan yang tinggi, seperti terlihat pada simpatiknya kepada ‘ulama dan mengharapkan anaknya menjadi ‘ulama yang selalu memberi nasehat kepada umat.

Itulah sebabnya, ayahnya sebelum wafat menitipkan anaknya (imam al-Ghazali) dan saudarnya (Ahmad), ketika itu masih kecil dititipkan pada teman ayahnya, seorang ahli tasawuf untuk mendapatkan bimbingan dan didikan.

Meskipun dibesarkan dalam keadaan keluarga yang sederhana tidak menjadikan beliau merasa rendah atau malas, justru beliau semangat dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, dikemudian beliau menjelma menjadi seorang ‘ulama besar dan seorang sufi. Dan diperkirakan imam Ghazali hidup dalam kesederhanaan sebagai seorang sufi sampai usia 15 tahun (450-456)

2. Pendidikan dan Perjalanan Mencari Ilmu
Perjalanan imam Ghazali dalam memulai pendidikannya di wilayah kelahirannya. Kepada ayahnya beliau belajar Al-qur’an dan dasar-dasar ilmu keagamaan ynag lain, di lanjutkan di Thus dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Setelah beliau belajar pada teman ayahnya (seorang ahli tasawuf), ketika beliau tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan keduanya, beliau mengajarkan mereka masuk ke sekolah untuk memperoleh selain ilmu pengetahuan. 

Beliau mempelajari pokok islam (al-qur’an dan sunnah nabi).Diantara kitab-kitab hadist yang beliau pelajari, antara lain :

a. Shahih Bukhori, beliau belajar dari Abu Sahl Muhammad bin Abdullah Al Hafshi
b. Sunan Abi Daud, beliau belajar dari Al Hakim Abu Al Fath Al Hakimi
c. Maulid An Nabi, beliau belajar pada dari Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Khawani
d. Shahih Al Bukhari dan Shahih Al Muslim, beliau belajar dari Abu Al Fatyan ‘Umar Al Ru’asai.

Begitu pula diantarnya bidang-bidang ilmu yang di kuasai imam al-Ghazli (ushul al din) ushul fiqh, mantiq, flsafat, dan tasawuf. 

Santunan kehidupan sebagaimana lazimnya waktu beliau untuk belajar fiqh pada imam Kharamain, beliau dalam belajar bersungguh-sungguh sampai mahir dalam madzhab, khilaf (perbedaan pendapat), perdebatan, mantik, membaca hikmah, dan falsafah, imam Kharamain menyikapinya sebagai lautan yang luas.

Setelah imam kharamain wafat kemudian beliau pergi ke Baghdad dan mengajar di Nizhamiyah. Beliau mengarang tentang madzhab kitab al-basith, al- wasith, al-wajiz, dan al- khulashoh. Dalam ushul fiqih beliau mengarang kitab al-mustasfa, kitab al- mankhul, bidayatul hidayah, al-ma’lud filkhilafiyah, syifaal alil fi bayani masa ilit dan kitab-kitab lain dalam berbagai fan.

Antara tahun 465-470 H. imam Al-Ghazali belajar fiqih dan ilmu-ilmu dasar yang lain dari Ahmad Al- Radzaski di Thus, dan dari Abu Nasral Ismailli di Jurjan. Setelah imam al-Ghazali kembali ke Thus, dan selama 3 tahun di tempat kelahirannya, beliau mengaji ulang pelajaran di Jurjan sambil belajar tasawuf kekpada Yusuf Al Nassaj (w-487 H). pada tahun itu imam Al-Ghazali berkenalan dengan al-Juwaini dan memperoleh ilmu kalam dan mantiq. Menurut Abdul Ghofur itu Ismail Al- Farisi, imam al-Ghozali menjadi pembahas paling pintar di zamanya. Imam Haramain merasa bangga dengan pretasi muridnya.

Walaupun kemashuran telah diraih imam al Ghazali beliau tetap setia terhadap gurunya sampai dengan wafatnya pada tahun 478 H. sebelum al Juwani wafat, beliau memperkenalkan imam al Ghazali kepada Nidzham Al Mulk, perdana mentri sultan Saljuk Malik Syah, Nidzham adalah pendiri madrasah al nidzhamiyah. Di Naisabur ini imam al Ghazali sempat belajar tasawuf kepada Abu Ali Al Faldl Ibn Muhammad Ibn Ali Al Farmadi (w.477 H/1084 M).

Setelah gurunya wafat, al Ghazali meninggalkan Naisabur menuju negri Askar untuk berjumpa dengan Nidzham al Mulk. Di daerah ini beliau mendapat kehormatan untuk berdebat dengan ‘ulama. Dari perdebatan yang dimenengkan ini, namanya semakin populer dan disegani karena keluasan ilmunya. Pada tahun 484 H/1091 M, imam al Ghazali diangkat menjadi guru besar di madrasah Nidzhamiyah, ini dijelaskan salam bukunya al mungkiz min dahalal. 

Selama megajar di madrasah dengan tekunnya imam al Ghozali mendalami filsafat secara otodidak, terutama pemikiran al Farabi, Ibn Sina Ibn miskawih dan Ikhwan Al Shafa. Penguasaanya terhadap filsafat terbukti dalam karyanya seperti al maqasid falsafah tuhaful al falasiyah.

Pada tahun 488 H/1095 M, imam al Ghazali dilanda keraguan (skeptis) terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya (hukum teologi dan filsafat). Keraguan pekerjaanya dan karya-karya yang dihasilkannya, sehingga beliau menderita penyakit selama dua bulan dan sulit diobati. Karena itu, imam al Ghazali tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai guru besar di madrasah nidzhamiyah, yang akhirnya beliau meninggalkan Baghdad menuju kota Damaskus, selama kira-kira dua tahun imam al Ghazali di kota Damaskus beliau melakukan uzlah, riyadah, dan mujahadah. Kemudian beliau pihdah ke Bait al Maqdis Palestina untuk melakukan ibadah serupa. Sektelah itu tergerak hatinya untuk menunaikan ibadah haji dan menziarohi maqom Rosulullah Saw.

Sepulang dari tanah suci, imam al Ghazali mengunjungi kota kelahirannya di Thus, disinilah beliau tetap berkhalwat dalam keadaan skeptis sampai berlangsung selama 10 tahun. Pada periode itulah beliau menulis karyanya yang terkenal ” ihya’ ‘ulumuddin al-din” the revival of the religious ( menghidupkan kembali ilmu agama).

Karena disebabkan desakan pada madrasah nidzhamiyah di Naisabur tetapi berselang selam dua tahun. Kemudian beliau madrasah bagi para fuqoha dan jawiyah atau khanaqoh untuk para mustafifah. Di kota inilah (Thus) beliau wafat pada tahun 505 H / 1 desember 1111 M.

Abul Fajar al-Jauzi dalam kitabnya al asabat ‘inda amanat mengatakn, Ahmad saudaranya imam al Ghazali berkata pada waktu shubuh, Abu Hamid berwudhu dan melakukan sholat, kemudian beliau berkata : Ambillah kain kafan untukku kemudian ia mengambil dan menciumnya lalu meletakkan diatas kedua matanya, beliau berkata ” Aku mendengar dan taat untuk menemui Al Malik kemudian menjulurkan kakinya dan menghadap kiblat. Imam al Ghazali yag bergelar hujjatul islam itu meninggal dunia menjelang matahari terbit di kota kelahirannya (Thus) pada hari senin 14 Jumadil Akir 505 H (1111 M). Imam al Ghazali dimakamkan di Zhahir al Tabiran, ibu kota Thus.

B. Guru dan Panutan Imam Al-Ghazali
Imam al Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai banyak guru, diantaranya guru-guru imam Al Ghazali sebagai berikut :

1. Abu Sahl Muhammad Ibn Abdullah Al Hafsi, beliau mengajar imam Al Ghozali dengan kitab shohih bukhori.
2. Abul Fath Al Hakimi At Thusi, beliau mengajar imam Al Ghozali dengan kitab sunan abi daud.
3. Abdullah Muhammad Bin Ahmad Al Khawari, beliau mengajar imam Ghazali dengan kitab maulid an nabi.
4. Abu Al Fatyan ‘Umar Al Ru’asi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengan kitab shohih Bukhori dan shohih Muslim.

Dengan demikian guru-guru imam Al Ghazali tidak hanya mengajar dalam bidang tasawuf saja, akan tetapi beliau juga mempunyai guru-guru dalam bidang lainnya, bahkan kebanyakan guru-guru beliau dalam bidang hadist.

C. Murid-Murid Imam Al-Ghazali
Imam Al Ghazali mempunyai banyak murid, karena beliau mengajar di madrasah nidzhamiyah di Naisabur, diantara murid-murid beliau adalah :

1. Abu Thahir Ibrahim Ibn Muthahir Al- Syebbak Al Jurjani (w.513 H).
2. Abu Fath Ahmad Bin Ali Bin Muhammad Bin Burhan (474-518 H), semula beliau bermadzhab Hambali, kemudian setelah beliau belajar kepada imam Ghazali, beliau bermadzhab Syafi’i. Diantara karya-karya beliau al ausath, al wajiz, dan al wushul.
3. Abu Thalib, Abdul Karim Bin Ali Bin Abi Tholib Al Razi (w.522 H), beliau mampu menghafal kitab ihya’ ‘ulumuddin karya imam Ghazali. Disamping itu beliau juga mempelajari fiqh kepada imam Al Ghazali.
4. Abu Hasan Al Jamal Al Islam, Ali Bin Musalem Bin Muhammad Assalami (w.541 H). Karyanya ahkam al khanatsi.
5. Abu Mansur Said Bin Muhammad Umar (462-539 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali sehingga menjadi ‘ulama besar di Baghdad.
6. Abu Al Hasan Sa’ad Al Khaer Bin Muhammad Bin Sahl Al Anshari Al Maghribi Al Andalusi (w.541 H). beliau belajar fiqh pada imam Ghozali di Baghdad.
7. Abu Said Muhammad Bin Yahya Bin Mansur Al Naisabur (476-584 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali, diantara karya-karya beliau adalah al mukhit fi sarh al wasith fi masail, al khilaf.
8. Abu Abdullah Al Husain Bin Hasr Bin Muhammad (466-552 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali. Diantar karya-karya beliau adalah minhaj al tauhid dan tahrim al ghibah.

Dengan demikian imam al ghozali memiliki banyak murid. Diantara murid–murid beliau kebanyakan belajar fiqh. Bahkan diantara murid- murid beliau menjadi ulama besar dan pandai mengarang kitab.

D. Karya-karya
Imam Al Ghozali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, kalau karya imam Al Ghazali diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :

1. Maqhasid al falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama dan berisi masalah-masalah filsafah.
2. Tahaful al falasifah (kekacauan pikiran para filusifi) buku ini dikarang sewaktu berada di Baghdad di kala jiwanya di landa keragu-raguan. Dalam buku ini Al Ghazali mengancam filsafat dan para filusuf dengan keras.
3. Mi’yar al-‘ilmi/miyar almi (kriteria ilmu-ilmu).
4. Ihya’ ulumuddin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini merupakan karyanya yang terbesar selama beberapa tahun ,dalam keadaan berpindah-pindah antara Damakus, Yerusalem, Hijaz, Dan Thus yang berisi panduan fiqih, tasawuf dan filsafat.
5. Al munqiz min al dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan sejarah perkembangan alam pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam ilmu serta jalan mencapai tuhan.
6. Al-ma’arif al-aqliyah (pengetahuan yang nasional)
7. Miskyat al anwar (lampu yang bersinar), kitab ini berisi pembahasan tentang akhlak dan tasawuf.
8. Minhaj al abidin (jalan mengabdikan diri terhadap tuhan).
9. Al iqtishad fi al i’tiqod (moderisasi dalam aqidah).
10. Ayyuha al walad.
11. Al musytasyfa
12. Ilham al –awwam an ‘ilmal kalam.
13. Mizan al amal.
14. Akhlak al abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan kesalamatan dari kejahatan).
15. Assrar ilmu addin (rahasia ilmu agama).
16. Al washit (yang pertengahan) .
17. Al wajiz (yang ringkas).
18. Az-zariyah ilaa’ makarim asy syahi’ah (jalan menuju syariat yang mulia)
19. Al hibr al masbuq fi nashihoh al mutuk (barang logam mulia uraian tentang nasehat kepada para raja).
20. Al mankhul minta’liqoh al ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda ushul fiqih).
21. Syifa al qolil fibayan alsyaban wa al mukhil wa masalik at ta’wil (obat orang dengki penjelasan tentang hal-hal samar serta cara-cara penglihatan).
22. Tarbiyatul aulad fi islam (pendidikan anak di dalam islam)
23. Tahzib al ushul (elaborasi terhadap ilmu ushul fiqiha).
24. Al ikhtishos fi al ‘itishod (kesederhanaan dalam beri’tiqod).
25. Yaaqut at ta’wil (permata ta’wil dalam menafsirkan al qur’an).

KESETIAAN IMAM AL-GHAZALI KEPADA GURUNYA
Walupun kemashuran telah diraih imam al-ghazali beliau tetap setia terhadap gurunya dan tidak meninggalkannya sampai dengan wafatnya pada tahun 478 H. sebelum al-Juwami wafat, beliau memperkenalkan imam al-Ghazali kepada Nidham Al Mulk, perdana mentri sulatan Saljuk Malik Syah, Nidham adalah pendiri madrasah al- nidzamiyah. Di Nashabur ini imam al Ghazali sempat belajar tasawuf kepada Abu Ali Al Fadl Ibn Muhammad Ibn Ali Al Farmadi (w. 477 H/1084 M).

Setelah gurunya wafat, Al Ghazali meninggalkan Naisabur menuju negri Askar untuk berjumpa dengan Nidzham Al Mulk. Di daerah ini beliau mendapat kehormatan untuk berdebat dengan para ‘ulama. Dari perdebatan yang dimenangkan ini, namanya semakin populer dan desegani karena keluasan ilmunya. Pada tahun 484 H/1091 M, imam al-Ghazali diangkat menjadi guru besar di madrasah Nidhzamiyah, ini dijelaskan dalam bukunya al mungkiz min al dahalal. 

Selama mengajar di madrasah dengan tekunnya imam al Ghazali mendalami filsafat secara otodidak, terutama pemikiran al Farabi, Ibn Sina Ibn Miskawih dan Ikhwan Al Shafa.penguasaanya terhadap filsafat terbukti dalam karyanya seperti Falsafah Tuhfatul Al Falasifah.

Pada tahun 488 H / 1095 M, imam al Ghazali dilanda keraguan(ekeptis) trhadap ilmu-ilmu yang dipelajari(hukum teologi dan filsafat). Keraguan pekerjaannya dan karya-karya yang dihasilkannya, sehungga beliau menderita penyakit selama dua bulan.

Al-Ghazali; Pencari Ketenangan Jiwa Sejati
Pada masa pemerintahan Bani Saljuq, Universitas Baghdad dan Universitas Naishabur merupakan perguruan tinggi terkemuka. Dari kedua perguruan tinggi ini tercetak lulusan yang berintelektual tinggi. Tak heran, kedua universitas ini merupakan dambaan setiap orang untuk menimba ilmu di dalamnya.

Semasa Abu Ma’ali, Imam al-Haramain menjabat Rektor dan Guru Besar Universtias Naishabur (400 – 478 H), ratusan ribu mahasiswa giat menghadiri kuliah-kuliahnya. Para mahasiswa itu mencatat dan menghafal yang diajarkan Abu Ma’ali dan Imam al-Haramain. Di antara ratusan ribu mahasiswa tersebut muncul tiga mahasiswa yang betul-betul cemerlang dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Mereka adalah Muhammad al-Ghazali, Kiahsari, dan Ahmad bin Muhammad al-Khawwafi.

Bahkan Imam al-Haramain pernah menjuluki ketiganya dengan sebutan, ”Al-Ghazali adalah samudera yang bergelombang, Kiahsari singa pemburu, dan Al-Khawwafi api yang membakar.” Ucapan Imam al-Haramain tentang ketiga orang itu menjadi buah bibir di hampir setiap mahasiswa. Dari ketiga orang itu, al-Ghazali-lah yang lebih menonjol. Ialah yang menjadi bintang dan buah hati sivitas akademika Universitas Naishabur.

Sepeninggal Imam al-Haramain (wafat pada 478 H), tidak ada orang yang sejajar di negeri itu. Al-Ghazali memutuskan untuk pergi mengunjungi Wazir Saljuq yang arif, Khawajeh Nizamul Mulk, yang senantiasa dikelilingi oleh cendekiawan-cendekiawan dan orang yang berwibawa. Di sini al-Ghazali mendapatkan sambutan dan penghargaan yang serupa. Dalam acara-acara diskusi dan mubahatsah (dialog) ia senantiasa mengungguli lawan-lawannya.

Dengan mengandalkan kemampuan intelektual dan kepandaiannya dalam memecahkan berbagai masalah, akhirnya pada 484 H, dengan penuh keagungan dan sambutan yang hangat, al-Ghazali diangkat menjadi Rektor Universitas Baghdad. Berarti al-Ghazali telah memegang suatu jabatan akademis dan ruhani yang paling tinggi di zamannya.

Meski kini al-Ghazali sudah menduduki kedudukan yang terhormat, guncangan jiwa yang ia rasakan sebelumnya bertambah terasa menekan. Kedudukan dan seluruh keagungan yang didapatnya itu justru menyulut tekanan perasaannya. Selama masa studi, al-Ghazali selalu mencari “sesuatu” untuk dirinya: keyakinan, ketenangan, dan thuma’ninah an-nafs. Popularitas dan kebesar yang diraihnya tidak dapat mengobati “luka” batinnya itu.

Dalam posisi dunianya yang paling tinggi itu dirasa mengotori dirinya dalam mencapai hakikat kebenaran yang sejati sekaligus mengobati lukanya itu. Ia menyadari, dengan argumentasi dan diskusi-diskusi, dahaga ruhnya kian mencekik tidak akan terpuasi. Ia tahu, dengan belajar dan mengajar, riset dan diskusi, tidak akan memadai. Perlu sekali melakukan sair dan suluk (perjalanan mencari dan mengenal Rububiah Allah dan ubudiah hamba), berusaha membersihkan ruh dari sifat-sifat tercela dan menghiasi dengan sifat-sifat terpuji dan takwa kepada Allah SwT.

Al-Ghazali berkata kepada dirinya, bahwa arak, apabila namanya saja, tidak akan mengakibatkan mabuk; roti, apabila hanya namanya, tidak akan memberi rasa kenyang; dan obat, apabila hanya nama, tidak akan memberikan kesembuhan; begitu pula diskusi tentang hakikat, kebenaran, dan kebahagiaan, juga tidak akan memberikan ketenangan, keyakinan, dan tuma’ninah an-nafs (ketenangan jiwa). Menurutnya, untuk mencapai hakikat, harus suci dan ikhlas; dan ini tidak bisa dicapai dengan cinta dunia, ketenaran, dan pangkat. Goncangan itu terus bergejolak dalam diri al-Ghazali.

Selama enam bulan penyakit itu dideritanya bagaikan tumor yang ganas, hingga sampai mengganggu tidur dan makannya. Mulut al-Ghazali tidak mau lagi berbicara dan berdiskusi. Akhirnya ia menderita sakit maag. Para dokter mengatakan, al-Ghazali mengalami gangguan jiwa.

Al-Ghazali memohon kepada Allah SwT membantunya melepaskan diri dari derita itu. Hingga sampai suatu saat ia merasa bahwa segala kebesaran dan keagungannya menjadi sangat tidak berarti apa-apa di hadapan Allah SwT.

Dengan alasan pergi ke Makkah, al-Ghazali meninggalkan kota Baghdad. Setibanya di suatu tempat, dan orang yang mengantarnya sudah kembali lagi, al-Ghazali mengubah haluannya ke arah Syam dan Baitul Maqdis. Ditanggalkan jubah kebesarannya agar tidak dikenal dan diganggu orang dalam menelusuri perjalanannya.

Lama sekali ia menyelami samudera Siar dan Suluk hingga tercapailah apa yang diidam-idamkannya, Al-yaqin dan tuma’ninah an-nafs, keyakinan dan ketenangan jiwa. Sepuluh tahun ia tenggelam dalam tafakur, kahlwat, dan riyadhah, dalam ibadahnya kepada Allah SwT.


Wallahu a’lam bis-shawab 

Continue reading →

Friday, October 20, 2017

MENGAPA ABDURRAHMAN BIN AUF BISA MENJADI PEBISNIS SUKSES? DAN APA RAHASIANYA?
Unknown

MENGAPA ABDURRAHMAN BIN AUF BISA MENJADI PEBISNIS SUKSES? DAN APA RAHASIANYA?



Sejarah islam mencatat Abdurrahman bin Auf sebagai salah satu dari sahabat Nabi yang memiliki kekayaan berlimpah. Dia dikenal kaya, pengusaha brilian, sekaligus ringan tangan dalam bersedekah.

Dalam dunia bisnis, reputasinya nyaris tak tertandingi, bahkan, dia sampai-sampai dijuluki dengan sebutan "sahabat Nabi yang bertangan emas".

Sebutan itu seolah mempertegas bahwa apa yang dipegang Abdurrahman bin Auf akan berubah menjadi emas. Dengan kata lain, bisnis apapun yang dijalani menuai keberhasilan dan mendatangkan keuntungan berlimpah.

Berkat kepiawaiannya dalam berbisnis, orang-orang dimasa itu mengumpamakan seandainya dia mendapatkan sebongkah batu, maka dibawahnya terdapat emas dan perak.

Apa sejatinya kunci sukses Abdurrahman bin Auf dalam berbisnis hingga dia dijuluki "sahabat Nabi yang bertangan emas"?

Sekilas tentang Abdurrahman bin Auf
Sebelum islam datang dia dikenal bernama Abd Amr. Dia masuk islam dua hari  setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam. Dia termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk islam. Setelah dia masuk islam, Rasululllah kemudian memanggil dengan nama Abdurrahman bin Auf.

Abdurrahman bin Auf mengalami ujian keimanan. Dia diancam, didera siksaan oleh orang-orang kafir Quraisy. Tapi dia teguh dan tabah. Hingga akhirnya, perintah Hijrah datang.

Dia pun ikut rombongan kaum muslimin Hijrah ke Habasyah, Tapi dia kembali lagi ke Mekkah. Saat itu Rasulullah mendapat perintah Allah untuk Hijrah ke Madinah, dia lagi-lagi tak mau ketinggalan.

Setelah Hijrah ke Madinah itu, Abdurrahman bin Auf sebetulnya termasuk sahabat Nabi yang beruntung. Dia diikatkan lewat tali persaudaraan oleh Rasulullah dengan orang Anshar yang di kenal kaya. orang itu tak lain adalah Sa'ad bin Rabi Al-Anshari.

Tali persaudaraan itu membuat Sa'ad tak keberatan membantu Abdurrahman bin Auf dalam berniaga. Abdurrahman bin Auf lantas dipersilahkan mengambil sebagian harta yang dimiliki Sa'ad untuk bisa digunakan berdagang. Tapi apa reaksi dan jawaban Abdurrahman bin Auf?  Dengan halus, dia menolak uluran tangan saudaranya, "Cukup tunjukkanlah kepadaku dimana letak pasar di kota ini!“
Sa'ad kemudian membawa pergi Abdurrahman bin Auf ke pasar kota Madinah. Setelah tahu pasar kota Madinah, Abdurrahman bin Auf pun memulai berbisnis di pasar tersebut.

Tak butuh waktu lama, Abdurrahman bin Auf berhasil mengumpulkan uang. Karena merasa telah mampu, dan telah memiliki cukup uang untuk menikah, dia kemudian menemui Rasulullah.

Rasululllah kemudian bertanya kepada Abdurrahman bin Auf, "Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?"

"Emas seberat biji kurma, " jawab Abdurrahman bin auf.

Rasulullah meminta Abdurrahman bin Auf menggelar walimah walau hanya dengan satu kambing. 

"Laksanakanlah walimah, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu".

Janji Allah bahwa orang menikah akan mendapatkan kemudahan dan bisa menjadi kaya memang benar. setelah menikah, kehidupan Abdurrahman bin Auf pun berubah drastis. Kehidupan Abdurrahman bin Auf semakin Makmur.

Ia dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi yang sukses dalam berbisnis dan sekaligus paling kaya. Tetapi, kesuksesan itu tidak membuat Abdurrahman bin Auf lupa untuk berbagi. Apalagi untuk urusan jihad di jalan Allah.

"Apakah kau telah meninggalkan uang belanja untuk istrimu?"
Tatkala perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf mengulurkan tangan dengan menyerahkan dua ratus Uqiyah emas. Apa yang diserahkan oleh Abdurrahman bin Auf itu terbilang banyak, sampai-sampai  Umar merasa tertegun, dan diliputi rasa penasaran.

Apakah Abdurrahman bin Auf tidak meninggalkan sedikit pun buat keluarganya?  Umar kemudian mengutarakan hal itu kepada Rasulullah.

"Apakah kau telah meninggalkan uang belanja untuk istrimu?" Tanya Rasulullah kepada Abdurrahman bin Auf.

"Ya," jawab Abdurrahman bin Auf. "Mereka telah kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang telah aku  dermakan."

"Berapa?" tanya Rasulullah.

"Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah."

Selain dalam perang Tabuk, dalam kesempatan lain Abdurrahman bin Auf juga telah mendermakan sebagian besar harta yang dimiliki. Dalam kitab usudul Ghoba, disebutkan total sedekah Abdurrahman bin Auf saat dia masih hidup sebanyak 80.000 dinar, sedekah berupa onta perang sebanyak 1000 ekor, menyediakan tanah bagi istri-istri Rasulullah senilai 40.000 dinar.

Bukan itu saja, ketika dia meninggal sempat mewariskan limpahkan harta untuk sedekah antara lain:
untuk keperluan fi sabilillah sebesar 50.000 dinar,
untuk tunjangan veteran perang Badar 40.000 dinar,
berwasiat kendaraan dan perlengkapan logistik perang, berupa 1000 ekor  unta, 100 ekor kuda, 1300 ekor kambing.

Beberapa kira-kira dana yang dikeluarkan Abdurrahman bin Auf itu jika diuangkan dalam masa sekarang ini? sungguh tak terbayangkan!
Itu dana yang terlihat, belum lagi uluran tangan Abdurrahman bin Auf yang didermakan secara sembunyi-sembunyi. Rupanya, kekayan yang dimilikinya tidak membuat Abdurrahman bin Auf lupa diri. Itulah yang membuat kekayaannya bertambah, dan berkah.

Pelajaran Bisnis dari Abdurrahman bin Auf
Sekilas dari kisah hidup Abdurrahman bin Auf di atas, ada beberapa rahasia bisnis yang bisa dipetik untuk dijadikan pelajaran.

pertama
Mandiri, Setelah Hijrah ke Madinah, dia mendapatkan tawaran modal. Tetapi, dia memilih untuk mandiri; mulai bisnis dari nol. Disini Abdurrahman bin Auf seakan ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa dalam bisnis itu modal bukan segalanya.

Lantas, apa yang penting? Bagi Abdurrahman bin Auf, dia cukup tahu letak pasar. Dia lalu mulai berniaga, dan akhirnya berhasil.

Kedua
Bersandar kepada Allah; Dari kisah tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan: Abdurrahman bin Auf bersandar kepada Allah dalam memulai bisnis.

Bantuan dari orang lain memang bisa membantu dalam bisnis, tetapi bantuan dari Allah adalah hal penting dan tidak bisa dinafikan. karena itulah, dalam menjalani bisnis, Abdurrahman bin Auf tidak lupa diri dan dibuai oleh urusan bisnis. Abdurrahman bin Auf tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah, dan tidak meninggalkan shalat.

Ketiga
Tekun, gigih dan pantang menyerah: Tak ada pengusaha atau saudagar sukses jaman Nabi yang berpangku tangan menanti rezeki yang turun dari langit, melainkan gigih dan pantang menyerah.

Itulah yang dipraktekkan oleh Abdurrahman bin Auf saat memulai niaga dipasar Madinah. Bangun fajar dan memulai usaha pagi hari. karena di pagi hari itu ada berkah. Sebab sebagaimana doa yang dipanjatkan Rasulullah, "Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi."

Keempat
Tidak banyak mengambil untung; Suatu hari, sebagaimana dikisahkan dalam kitab Ihya ulumuddin, Abdurrahman bin Auf pernah ditanya, Apa yang menyebabkanmu bisa mudah dalam berdagang?"

Abdurrahman bin Auf menjawab, "Ada tiga hal;
pertama aku tidak pernah menolak niaga yang mendatangkan keuntungan walaupun sedikit,
kedua aku tidak pernah menunda-nunda pesanan satu hewan pun.
ketiga aku tidak menjual dengan cara riba."

Kelima
Jujur dan teguh memegang janji; Abdurrahman bin Auf selalu mengingat apa yang telah dipesankan dengan keras oleh Rasulullah bahwa seorang pedagang itu harus jujur. sebab jujur itu akan mengantarkan seseorang pebisnis meraih kesuksesan.

Selain itu, dia teguh memegang janji. karena itu, sebagaimana dikisahkan diatas, dia tidak mau ingkar janji bahkan menunda-nunda pesanan satu hewan pun.

Keenam
Tidak lupa sedekah dan bayar zakat, sebab dalam sedekah dan zakat itu tersimpan keberkahan. Tidak ada sejarah yang mencatat orang yang sedekah dan membayar zakat kemudian jatuh miskin. Sebaliknya, justru rezeki itu bertambah dan berlipat.

Wallahu a’lam bis-shawab 
Continue reading →

Friday, October 13, 2017

BALADA SANG RATU SUFI
Unknown

BALADA SANG RATU SUFI



Sang ratu Cinta lahir dalam kemiskinan yang sangat, Tak ada kain untuk menyelimuti dirinya, Tak ada minyak setetespun untuk pemoles pusarnya, Tak ada lampu untuk menerangi kelahirannya, Ia adalah putri ke empat, Maka disebutlah Robi’ah.

Sang ayah menekur sedih memikirkan hal ini, Mau pinjam ataupun minta, sudah menjadi pantangan bagi dirinya. 

Semuanya digantungkannya pada Allah, Dalam kesedihan ia bermimpi, Bertemu sang Nabi yang menghibur hati, “Temuilah Gubernur Basrah, dan katakan, “Setiap malam engkau kirimkan sholawat 100 kali kepadaku, dan setiap malam Jum’at 400 kali, kemarin adalah malam Jum’at dan engkau lupa mengerjakannya.

Sebagai penebus kelalaianmu itu, berikanlah kepada orang ini 400 dinar, Yang telah engkau peroleh dengan halal."

Gubernurpun memberikan apa yang dikehendaki oleh Nabi, Ditambah dengan 2000 dinar bagi sedekah orang miskin, Cukuplah sudah untuk kebutuhan keluarga Robi’ah.

Sampai keadaan berbicara lain, Bencana kelaparan melanda Basrah. Seorang penjahat menculik Robiah, Untuk kemudian dijual dipasar budak dengan harga 6 dirham, Majikan membelinya dan memberikannya tugas-tugas yang berat. 

Siang hari Robiah bekerja sambil berpuasa, Malam harinya dihabiskan untuk mujahadah dan muajahah dengan Rob-nya.

Kedekatan beralih menuju ke aqroban, Keaqroban membawanya kepada kerinduan dan kerinduan telah mengantarkannya pada cintanya pada Tuhannya.
“Aku adalah milikNya. 

Aku hidup dibawah naunganNya. Aku lepaskan segala sesuatu yang telah kuperoleh kepadaNya. Aku telah mengenalNya, sebab aku menghayati” 

Satu malam yang dingin, Sang majikan merasakan kegelisahan dalam hatinya. Maka iapun berjalan kebelakang rumah, memeriksa sekelilingnya, memeriksa kunci-kunci rumahnya.

Dan ketika ia sampai didekat gudang tempat Robi’ah tinggal, Kekagetannya membuat ia sendiri gugup, lampu yang semula dipegangnya kini terlempar entah kemana.

Bagaimana tidak, ketika ia melongokkan kepalanya ke dalam ruang tempat Robiah beristirahat, Ia sedang melihat robiah menjalankan sholat, Dan….. Dan di atasnya tampak cahaya yang terang benderang. Bukan lampu, sebab cahaya itu tidak bergantung kepada suatu apapun.

Keesokan harinya, Robi’ah dipanggil, majikannya menyampaikan keinginannya. Ia membebaskan Robiah sebagai budak. Kini Robi’ah merdeka. Meski sang majikan berharap Robiah mau untuk tinggal dirumahnya, tapi ia memilih untuk pergi menjauhi masyarakat sekitar.

Dan ia menemukan sebuah gua agak dipinggir desa. Tinggallah ia di sana. Suatu hari di musim semi, Robi’ah memasuki tempat tinggalnya, Kemudian ia melongok keluar sebab pelayannya berseru, “Ibu, keluarlah dan saksikanlah, apa yang telah dilakukan oleh sang Pencipta” “Lebih baik engkaulah yang masuk kemari”“dan saksikanlah sang Pencipta itu sendiri.

Aku sedemikian asyik menatap sang Pencipta, sehingga apa peduliku lagi terhadap ciptaan-ciptaanNya ?” sahut Robiah dari dalam.

Suatu malam sebab terlalu letih, ia tertidur. Seorang maling menyelusup masuk ke dalam rumahnya, dan mencuri cadarnya. Tetapi, tak ditemuinya pintu keluar. Cadar diletakkan, pintu keluar terlihat. 

Cadar dibawa, pintu keluar tak terlihat lagi,
Terdengarlah suara, “Hai manusia, tiada gunanya engkau mencoba-coba.
Sudah bertahun-tahun Robi’ah mengabdi kepada Kami.

Syaitan sendiri tidak berani datang menghampirinya. Tetapi betapakah seorang maling berani mencoba-coba untuk mengambil cadarnya. Pergilah dari sini. Jika seorang sahabat sedang tertidur, maka sang Sahabat bangun dan berjaga-jaga”

Ketika seorang sahabat mengantarkan seorang kaya yang ingin memberikan uang emasnya pada Robiah, Robiah berkata,“Dia telah menafkahi orang-orang yang menghujjahNya. Apakah Dia tidak akan menafkahi orang-orang yang mencintaiNya ? Sejak aku mengenalNya, aku telah berpaling dari manusia ciptaanNya. Aku tidak tahu apakah kekayaan seseorang itu halal atau tidak, Maka betapakah aku dapat menerima pemberiannya ?

Dimalam-malam hari yang sepi dan sunyi, Dalam kerinduannya dengan sang Maha Pencipta, Robiah bergumam sambil bersujud, 

“Ya Allah, apapun yang akan Engkau karuniakan kepadaku di dunia ini, berikanlah kepada musuh-musuhMu. 
Dan apapun yang akan Engkau karuniakan kepadaku di akhirat nanti, Berikanlah kepada sahabat-sahabatMu, Karena Engkau sendiri cukuplah bagiku”
“Ya Allah, semua jerih payahku dan semua hasratku diantara kesenangan-kesenangan dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau. 
Dan diakhirat nanti, diantara segala kesenangan akhirat, Adalah berjumpa denganMu. 
Begitulah halnya dengan diriku, Seperti yang telah kukatakan. Kini berbuatlah seperti yang Engkau kehendaki”

Rabi'atul Adawiyah merupakan salah seorang srikandi agung dalam Islam. Beliau terkenal dengan sifat wara' dan sentiasa menjadi rujukan golongan cerdik pandai karena beliau tidak pernah kehabisan hujjah. Ikutilah antara kisah-kisah teladan tentang beliau.

Karamah dan Keutamaan Robi'atul Adawiyah

Suatu malam yang sunyi sepi, di kala masyarakat sedang nyenyak tidur, seorang pencuri telah mencoba masuk ke dalam pondok Rabi'atul Adawiyah. Namun setelah mencari sesuatu sekeliling berkali-kali, dia tidak menemui sebuah benda berharga kecuali sebuah kendi untuk berwudu', itupun jelek. 

Lantas si pencuri tergesa-gesa untuk keluar dari pondok tersebut.
Tiba-tiba Rabi'atul Adawiyah menegur si pencuri tersebut, "Hei, jangan keluar sebelum kamu mengambil sesuatu dari rumahku ini." 

Si pencuri tersebut terperanjat karena dia menyangka tidak ada penghuni di pondok tersebut.
Dia juga merasa heran karena  baru kali ini dia menemui tuan rumah yang begitu baik hati seperti Rabi'tul Adawiyah. 

Kebiasaannya tuan rumah pasti akan menjerit meminta tolong apabila ada pencuri memasuki rumahnya, namun ini lain, "Silahkan ambil sesuatu." kata Rabiatul Adawiyah lagi kepada pencuri tersebut.

"Tiada apa-apa yang boleh aku ambil dari rumah mu ini." kata si pencuri berterus-terang.

"Ambillah itu!" kata Rabi'atul Adawiyah sambil menunjuk pada kendi yang jelek tadi.

"Ini hanyalah sebuah kendi jelek yang tidak berharga." Jawab si pencuri.

"Ambil kendi itu dan bawa ke bilik air. Kemudian kamu ambil wudhu' menggunakan kendi itu. Selepas itu solatlah 2 rakaat. 

Dengan demikian, engkau telah mengambil sesuatu yang sangat berharga daripada pondok jelekku ini." Balas Rabi'tul Adawiyah.

Mendengar kata-kata itu, si pencuri tadi berasa gementar. Hatinya yang selama ini keras, menjadi lembut seperti terpukau dengan kata-kata Rabi'tul Adawiyah itu. 

Lantas si pencuri mengambil kendi jelek itu dan dibawa ke bilik air, lalu berwudhu' menggunakannya.Kemudian dia menunaikan solat 2 rakaat. Ternyata dia merasakan suatu kemanisan dan kelazatan dalam jiwanya yang tak pernah dirasa sebelum ini.

Rabi'atul Adawiyah lantas berdoa: 
"Ya Allah, pencuri ini telah mencoba masuk ke rumahku. Akan tetapi dia tidak menemui sebuah benda berharga untuk dicuri. Kemudian aku suruh dia berdiri dihadapan-Mu. Oleh itu janganlah Engkau halangi dia daripada memperoleh nikmat dan rahmat-Mu."

Pada suatu hari, sekumpulan golongan cerdik pandai telah datang ke rumah Rabi'atul Adawiyah. Tujuan mereka tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menguji beliau dengan perbagai persoalan. 

Malah mereka telah mempersiapkan dengan satu persoalan yang menarik. Mereka menaruh keyakinan yang tinggi, karena selama ini Rabi'atul Adawiyah tidak pernah kekurangan hujah.

"Wahai Rabi'atul Adawiyah, semua bentuk kebajikan yang tinggi-tinggi telah dianugerahkan oleh Allah kepada kaum lelaki, namun tidak kepada kaum wanita." 

Ketua rombongan itu memulai bicara:
"Buktinya?" Balas Rabi'atul Adawiyah.
"Buktinya ialah, mahkota kenabian dan Rasul telah dianugerahkan kepada kaum lelaki. 

Malah mahkota kebangsawanan juga dikurniakan kepada kaum lelaki.
Paling penting, tidak ada seorang wanita pun yang telah diangkat menjadi Nabi atau Rasul, malah semuanya dari golongan lelaki." Jawab mereka pula dengan yakin.

"Memang betul pendapat tuan-tuan sekalian. Akan tetapi harus diingat bahwa sejahat-jahat pangkat ada pada kaum lelaki juga. 

Siapa yang mengagung-agungkan diri sendiri? Siapa yang begitu berani mendakwakan dirinya sebagai Tuhan? Dan siapa pula yang berkata :"Bukankah aku ini tuhanmu yang mulia?" Dengan tenang, Rabi'atul Adawiyah membalas hujah mereka sambil merujuk kepada Firaun dan Namrud.

Kemudian Rabi'atul Adawiyah menambah lagi, "Anggapan dan ucapan seperti itu tidak pernah keluar dari mulut seorang wanita. Malah semuanya dilakukan oleh kaum lelaki."

Suatu hari, Rabi'atul Adawiyah melihat  seorang sedang berjalan-jalan dengan kepalanya berbalut sambil meminta simpati dari orang banyak. Karena ingin tahu sebabnya orang itu berbuat demikian, Rabi'atul Adawiyah bertanya: 
"Wahai hamba Allah! Mengapa engkau membalut kepalamu begini rupa?"

"Kepalaku sakit." Jawab orang itu dengan singkat.

"Sudah berapa lama?" Tanya Rabi'atul Adawiyah lagi.

"Sudah sekian hari." Jawabnya dengan tenang.

Lantas Rabi'atul Adawiyah bertanya lagi, "Berapa usiamu sekarang?"

Orang itu menjawab,"Sudah 30 tahun"

"Bagaimana keadaanmu selama 30 tahun itu?" Tanya beliau lagi.

"Alhamdulillah, sehat-sehat saja." Jawabnya.

"Apakah kamu memasang sesuatu tanda di badanmu bahwa kamu sehat selama ini?" Tanya Rabi'atul Adawiyah.

"Tidak." Jawab orang itu ragu-ragu.

"Masya Allah, selama 30 tahun Allah telah menyehatkan tubuh badanmu, tetapi kamu langsung tidak memasang sesuatu tanda untuk menunjukkan kamu sehat sebagaitanda bersyukur kepada Allah.
Jika sebaliknya, pasti manusia akan bertanya kepada kamu sebabnya kamu sangat gembira. Apabila mereka mengetahui nikmat Allah kepadamu, diharapkan mereka akan bersyukur dan memuji Allah." Jelas Rabi'atul Adawiyah.

"Akan tetapi, kini apabila kamu mendapat sakit sedikit, kamu balut kepalamu dan kemudian pergi kesana sini bagi menunjukkan sakitmu dan kekasaran Allah terhadapmu kepada orang banyak, mengapa kamu berbuat hina seperti itu?" Sambung Rabi'atul Adawiyah lagi.

Orang yang berbalut kepalanya itu hanya diam seribu bahasa dan tertunduk malu dengan perlakuannya. Kemudian dia segera meninggalkan Rabi'atul Adawiyah dengan perasaan kesal dan insaf.

“Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut kepada neraka, bakarlah aku di dalam neraka; dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku dari dalam surga; tetapi jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan WajahMu yang abadi kepadaku”

Wafatnya Robi'atul Adawiyah

Mengenai wafatnya ada dua pendapat yaitu tahun 135 H / 752M atau tahun 185 H / 801 M. Demi agar ia kuat beribadah, Robi'ah senantiasa meletakkan kain kafan persiapan dirinya nanti disebelahnya ketika ia sholat. 

Ketika tiba saatnya Robi’ah harus meninggalkan dunia fana ini, Ia mengisyaratkan dengan tanganya agar orang-orang keluar, Orang-orang yang sebelumnya menunggui, kini satu demi satu membiarkan Robi’ah sendiri.

Setelah itu, mereka mendengar suara dari dalam kamar Robi'ah, “Yaa nafsul muthmainnah. Irji’i ila robbika”

Beberapa saat kemudian tak ada lagi suara yang terdengar dari kamar Robi’ah. Mereka lalu membuka pintu kamar itu dan mendapatkan Robi’ah telah berpulang.

Konon setelah itu ada yang bermimpi melihat Robi'ah, kepadanya ditanyakan: 
“Bagaimanakah engkau menghadapi Munkar dan Nakir, wahai Robi'ah ?”
Robi’ah menjawab, “Kedua malaikat itu datang kepadaku dan bertanya, ”Siapakah Tuhanmu?”.

Aku menjawab, ”Pergilah kepada Tuhanmu dan katakan kepadaNya, ”Di antara beribu-ribu makhluk yang ada, janganlah Engkau melupakan seorang wanita tua yang lemah. 

Aku hanya memiliki Engkau di dunia yang luas, tidak pernah lupa kepadaMu, tetapi mengapakah Engkau mengirimkan utusan sekedar menanyakan “Siapakah Tuhanmu” kepadaku ?”

Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin


Wallahu A'lam Bish-shawab 
Continue reading →

Wednesday, October 11, 2017

MAHABAH-MAHABAH YANG PALING DISEMBUNYIKAN  KARENA RESIKONYA BISA BERAKIBAT FATAL
Unknown

MAHABAH-MAHABAH YANG PALING DISEMBUNYIKAN KARENA RESIKONYA BISA BERAKIBAT FATAL



Sebelum islam datang ilmu mahabbah atau ilmu kucur ini diritualkan dengan mandi di air sungai yang mengalir dan menghadap kehulu sungai, dan mandinyapun harus sebelum burung yang ada disiang  hari berkicau atau terbang  mencari makan, kira-kira waktunya disepertiga  malam yang  akhir atau sebelum subuh.

Namun setelah islam datang ilmu-ilmu ini disempurnakan dengan tauhid, dan cara ritualnyapun bisa dibaca setelah solat fardhu, akan tetapi untuk kedahsyatan dari ilmu ini akan lebih sempurna jika diritualkan  di air yang mengalir seperti sungai.

orang-orang dari serumpun melayu khususnya di pulau sumatera  bagian selatan atau suku pasemah sangatlah merahasiakan ilmu ini karena kedahsyatannya  dikarenakan akan sangat berbahaya apa  bila digunakan secara serampangan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab.

Untuk mendapatkan ilmu inipun tidaklah mudah, karena hanya diwariskan dari generasi ke generasi atau berguru langsung kepada sesepuh yang bersedia untuk mewariskannya kepada siapa yang dikehendakinya.

UCAP BIDADARI
Mahabbah atau kucur ini tidak  mengenal lawan jenis, karena dipergunakan untuk umum, dan apabila seseorang merapalkan ucap atau sukat (mantra) ini, akan terlihat sangat berbeda dihadapan publik, karena aura yang dipancarkan oleh orang yang merapalkannya.
Adapun ucap atau sukat (mantra) :

Bismillahir rahmaanir rahiim

Hai ungkung

Si puyuh ungkung

Ungkung sekali

Badan seorang

Rupeku

Rupe diwe

Cahayeku

Cahaye bidadari

Manis mate umat

sejagad sebalih raye

Tepandang kepade aku

Kate Allah
Berkat kalimah la ila ha ilallah
Haq katenye Allah

Adapun cara untuk mengamalkannya:

Cara 1:
~ Mandi di air yang mengalir, dan waktunya disepertiga malam yang akhir atau sebelum subuh, dan menghadap kehulu sungai, apabila di laut,  maka menghadapnya ke arah tengah lautan.

~ Caranya ialah, masuk kedalam air, lalu berendam setengah badan, rapatkan kedua telapak tangan seperti atau menyerupai mangkuk atau gayung.

~ Guyurkan air atau siramkan air dengan kedua telapak tangan ke kepala sambil membaca ucap atau sukat (mantra) tersebut.

~ Guyurkan air atau siramkan air dengan kedua telapak tangan ke bahu sebelah kanan sambil membaca ucap atau sukat (mantra)  tersebut.

~ Guyurkan air atau siramkan air dengan kedua telapak tangan ke bahu sebelah kiri sambil membaca ucap atau sukat (mantra) tersebut, dan lakukan hal tersebut secara berurutan sebanyak tiga kali.

~ setelah mengguyurkan air ke kepala dan bahu,  lalu menyelam kedalam air, sambil menahan nafas baca ucap atau sukat (mantra) tersebut sebanyak tiga kali.

~ Lakukan cara mandi seperti diatas sebanyak tiga hari berturut-turut, tidak boleh putus.

Cara 2:
~ Amalkan ucap atau sukat (mantra) setelah solat sunat tahajud atau hajat, dan sesudah solat fardhu sebanyak tiga kali, selama tiga hari berturut-turut, atau tujuh hari, atau sembilan hari,

~ Sebelum membaca amalan, harus sholawat nabi terlebih dahulu, kemudian bertawasul kepada nabi, sahabat, tabi'in,  alim ulama, ibu bapak dan kepada nur jasad pribadi sendiri.

~ Kemudian baru membaca amalan tesebut sebanyak tiga kali.

Setelah semua prosesi ritual amalan dijalani dengan baik,  maka amalan ini bisa digunakan dengan cara: diwaktu membaca amalan ini kita tidak boleh berada dibelakang orang lain,
contoh: dikala berjalan beriringan atau berbaris posisi kita saat membaca, harus berada diposisi bagian depan.

BERBAH PUTIH
Berbah putih atau kutilang putih (pycnonotus aurigaster)
Apabila sudah diamalkan dengan sempurna maka cukup dengan menunjuk dengan jari telunjuk, dan orang yang terkena akan jatuh cinta dengan orang yang mengamalkannya  

Bismillahir rahmaanir rahiim

Hut berbah putih

kamu

kusuruh siang pegi siang

kusuruh malam pegi malam

mintak kawinkan

anak mate sianutu nga aku

mintak kawinkan

anak mateku nga anak mate sianutu

terpandang kepade aku

haq kate Allah

Berkat kalimat la ila ha ilallah muhammad rasulullah

Cara 1:
~ Mandi di air yang mengalir, dan waktunya disepertiga malam yang akhir atau sebelum subuh, dan menghadap kehulu sungai, apabila di laut,  maka menghadapnya ke arah tengah lautan.

~ Caranya ialah, masuk kedalam air, lalu berendam setengah badan, rapatkan kedua telapak tangan seperti atau menyerupai mangkuk atau gayung.

~ Guyurkan air atau siramkan air dengan kedua telapak tangan ke kepala sambil membaca ucap atau sukat (mantra) tersebut.

~ Guyurkan air atau siramkan air dengan kedua telapak tangan ke bahu sebelah kanan sambil membaca ucap atau sukat (mantra)  tersebut.

~ Guyurkan air atau siramkan air dengan kedua telapak tangan ke bahu sebelah kiri sambil membaca ucap atau sukat (mantra) tersebut, dan lakukan hal tersebut secara berurutan sebanyak tiga kali.

~ setelah mengguyurkan air ke kepala dan bahu,  lalu menyelam kedalam air, sambil menahan nafas baca ucap atau sukat (mantra) tersebut sebanyak tiga kali.

~ Lakukan cara mandi seperti diatas sebanyak tiga hari berturut-turut, tidak boleh putus.

Cara 2:
~ Amalkan ucap atau sukat (mantra) setelah solat sunat tahajud atau hajat, dan sesudah solat fardhu sebanyak tiga kali, selama tiga hari berturut-turut, atau tujuh hari, atau sembilan hari,

~ Sebelum membaca amalan, harus sholawat nabi terlebih dahulu, kemudian bertawasul kepada nabi, sahabat, tabi'in,  alim ulama, ibu bapak dan kepada nur jasad pribadi sendiri.

~ Kemudian baru membaca amalan tesebut sebanyak tiga kali.
Dan untuk penggunaanya ketika melihat orang yg akan dituju, tunjuklah dengan jari telunjuk, baca sukat dalam hati sambil memandang orang yg dituju.

KERBAU JALANG
Sukat ini sangat berbahaya jika digunakan sembarangan, kerbau yang liar saja bisa tunduk dan patuh apalagi untuk manusia,

Bismillahir rahmaanir rahiim

Hu yahu si uyah lanang balak

insan mengkedum sakti

Lum temakan belum mabuk

La temakan mangke mabuk

mabuk kene kucur garamku ini

budak bedame (sebut nama yg dituju)

kene dik ade luput lagi

kene dik ade lepas lagi

mbak ibu rindukan anak

mbak anak rindukan ibu

mbak itulah pule budak itu rindukan aku

terpandang kepade aku

Haq kate Allah

Berkat kalimat la ila ha ilallah muhammad rasulullah

Cara 1:
~ Mandi di air yang mengalir, dan waktunya disepertiga malam yang akhir atau sebelum subuh, dan menghadap kehulu sungai, apabila di laut,  maka menghadapnya ke arah tengah lautan.

~ Caranya ialah, masuk kedalam air, lalu berendam setengah badan, rapatkan kedua telapak tangan seperti atau menyerupai mangkuk atau gayung.

~ Guyurkan air atau siramkan air dengan kedua telapak tangan ke kepala sambil membaca ucap atau sukat (mantra) tersebut.

~ Guyurkan air atau siramkan air dengan kedua telapak tangan ke bahu sebelah kanan sambil membaca ucap atau sukat (mantra)  tersebut.

~ Guyurkan air atau siramkan air dengan kedua telapak tangan ke bahu sebelah kiri sambil membaca ucap atau sukat (mantra) tersebut, dan lakukan hal tersebut secara berurutan sebanyak tiga kali.

~ setelah mengguyurkan air ke kepala dan bahu,  lalu menyelam kedalam air, sambil menahan nafas baca ucap atau sukat (mantra) tersebut sebanyak tiga kali.

~ Lakukan cara mandi seperti diatas sebanyak tiga hari berturut-turut, tidak boleh putus.

Cara 2:
Sediakan bebarapa butir garam lalu amalkan ucap atau sukat (mantra) setelah solat sunat tahajud atau hajat, dan sesudah solat fardhu sebanyak tiga kali, selama tiga hari berturut-turut, atau tujuh hari, atau sembilan hari, dan setelah selesai membacanya maka tiupkan kegaram tadi, dan garam tadi dimasukkan kedalam makanan orang yang akan dituju.

Ulasan
Dari semua sukat diatas hanya sebagai untuk memperkarya wawasan nusantara saja dan tidak untuk diamalkan, apabila ada yang mengamalkan maka pergunakan dengan bijak, karena disemua perbuatan ada tanggung jawabnya

Wallahu a’lam bis-shawab
Continue reading →